bisnisbandung.com - Penanganan dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB dengan nilai lebih dari Rp200 miliar kembali menuai perhatian publik.
Kasus yang memunculkan dugaan aliran dana ke berbagai pihak, termasuk mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dinilai berjalan lambat dan belum menunjukkan perkembangan signifikan meski telah bergulir sejak 2021–2023.
Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang, Yenti Ganarsih, menilai bahwa proses penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya dilakukan dengan lebih cepat mengingat tingginya potensi kerugian negara.
Baca Juga: Belum Ada Tersangka di Kasus Kuota Haji, Sementara KPK Periksa Eks Menag Kedua Kalinya
Ia memandang bahwa pola penelusuran aliran dana yang dilakukan KPK menunjukkan adanya kebutuhan untuk menerapkan pasal pencucian uang, bukan hanya fokus pada unsur tindak pidana korupsi.
“Jadi KPK harusnya tegas bahwa KPK sedang mendalami juga korupsi dan TPPU nya,” tegasnya, dilansir dari YouTube Kompas TV.
“Kenapa ya KPK tidak seperti itu, tidak seperti Kejaksaan Agung? Karena nonsense sekali ketika akan memeriksa orang lain yang tidak terlibat korupsi tapi diduga terlibat menerima hasil kejahatan, menerima aliran korupsi. Itu namanya TPPU. Kenapa tidak disebutkan seperti itu,” terusnya.
Menurut Yenti, KPK memiliki dasar kuat untuk masuk ke ranah TPPU apabila penyidik menemukan adanya aliran dana hasil korupsi yang mengalir ke berbagai pihak.
Baca Juga: KPK Dalami Dugaan Suap Rp900 Juta dalam Operasi Tangkap Tangan di Banten dan Jakarta
Ia menekankan bahwa pihak yang menyalurkan dana dapat dikenai TPPU aktif, sedangkan pihak yang menerima manfaat dapat dijerat sebagai pelaku TPPU pasif, termasuk jika penerima tersebut merupakan orang terdekat pelaku utama.
Host program turut menjelaskan bahwa KPK saat ini sedang menelusuri potensi pemisahan aset yang diduga digunakan untuk mengaburkan aliran dana nonbudgeter tersebut.
Dugaan ini muncul seiring penyidik menemukan indikasi bahwa aliran dana bisa berkaitan dengan pihak-pihak di lingkaran dekat Ridwan Kamil.
Terkait kewenangan yang dimiliki kepala daerah terhadap aktivitas pengadaan dan dana nonbudgeter di BUMD, Yanti menilai KPK seharusnya telah memiliki bukti permulaan yang cukup setelah penyidikan berlangsung sejak Maret lalu.
Baca Juga: Stafsus Ungkap Presiden Prabowo Pantau Kinerja Menteri hingga Media Sosial
Ia juga menyoroti kekhawatiran publik terhadap lambannya KPK dalam menangani kasus yang melibatkan tokoh politik, yang dinilai dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.