Dedi Mulyadi juga mengingatkan soal ancaman kerusakan alam akibat tambang ilegal di kawasan Galunggung.
Ia menekankan pentingnya menjaga ekosistem pertanian dan perikanan yang menjadi identitas masyarakat Tasik.
“Kalau gunungnya hancur, sumber airnya hancur, maka sawah dan balong pun akan musnah. Ciri khas Tasik itu balong, imah, sawah,” ujar dia.
Dedi Mulyadi menyinggung soal penggunaan anggaran hibah yang menurutnya harus dibatasi.
Baca Juga: Mungkinkah Rekonsiliasi? Jokowi Mania Buka Suara Perihal Momen Pertemuan Megawati dan Gibran
Ia meminta anggaran lebih diarahkan ke belanja langsung untuk kepentingan rakyat, bukan simbol-simbol politik.
“Jangan kantor bupati dicat warna partai. Pemerintah itu netral. Gedungnya putih seperti di Amerika,” tegasnya.
Di akhir pidatonya Dedi Mulyadi meminta para kepala daerah dan tim suksesnya untuk tidak mencampuradukkan urusan politik dengan birokrasi.
Ia menyebut bahwa pemerintah harus dijalankan oleh aparat negara, bukan tim sukses.
Baca Juga: Prabowo Presiden Cerdas, Pakar Komunikasi Politik Soroti Pertemuan Para Tokoh di Hari Pancasila
“Tim sukses hanya sampai hari pemilihan. Setelah itu, struktur yang berlaku adalah struktur pemerintahan. Jangan kantor pemerintah dipenuhi oleh tim sukses,” tandasnya.
Dedi Mulyadi pun berharap kepemimpinan di Kabupaten Tasik bisa membawa perubahan nyata.
Ia menutup pidatonya dengan harapan agar Tasik menjadi kabupaten yang “resik” alias bersih.
“Resik jalanna, resik kampungna, resik kantor pemerintahanana, resik pamingpinna. Hatur nuhun,” tutupnya.***