Ia menyebutnya sebagai bentuk masyarakat tontonan di mana substansi dikalahkan oleh impresi visual.
Konsep ini, menurutnya, tidak hanya melekat pada tokoh seperti Dedi Mulyadi, tetapi juga menjangkiti lanskap politik nasional dalam satu dekade terakhir.
Rocky juga menggarisbawahi bahwa kondisi ini berakar pada rendahnya kualitas berpikir masyarakat akibat sistem pendidikan dan informasi yang miskin logika dan argumentasi.
Ia menilai bahwa selama bertahun-tahun, tingkat kecerdasan kolektif Indonesia tidak menunjukkan peningkatan signifikan, yang berakibat pada mudahnya publik terpengaruh oleh gaya komunikasi populis yang miskin isi.
Kritik Rocky Gerung tidak hanya tertuju pada individu, tetapi juga pada kultur politik yang berkembang.***
Baca Juga: Aqua dari Penguasa jadi Follower? Indrawan Nugroho Ungkap Industri Air Minum Bergeser Signifikan