opini

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB
Ilustrasi sebuah desa (Freepik.com)



Oleh: Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

Bisnisbandung.com - Pagi itu, kabut masih menggantung di atas sawah yang basah oleh embun. Lalu suara berderak-derak datang dari arah tikungan, sepasang roda sepeda motor tua melintasi jalanan penuh lubang. Di atasnya, Pak Darto menggenggam erat setang motornya. Di boncengannya, Dudung, anaknya yang berumur 11 tahun, menggigil sambil membawa tas sekolah.

“Pelan-pelan, Pak. Jangan jatuh lagi kayak kemarin,” ucap Dudung, sambil menahan sakit di lututnya yang belum sembuh sejak terpeleset dua minggu lalu.

Pak Darto hanya mengangguk. Matanya tajam menatap jalanan depan yang rusak parah. Bukan hanya lubang. Beberapa bagian sudah berubah menjadi kubangan lumpur.

Baca Juga: Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

*Suara Hati yang Tak Masuk Statistik*

Desa tempat tinggal Pak Darto terletak di bagian selatan Jawa Barat. Setiap musim hujan, jalan desa berubah jadi jebakan. Namun, mereka sudah terbiasa. Bukan sekali dua kali warga mengeluh, bahkan berkirim surat ke kabupaten. Tapi, jalan itu tetap rusak, tetap sunyi dari perhatian.

Hingga suatu hari, berita dari radio warung kopi mengejutkan warga. “Gubernur Dedi Mulyadi bilang jalan rusak itu kebanyakan jalan desa dan kabupaten,” ujar Pak RT saat rapat warga. “Katanya, beliau sudah gandeng TNI AD untuk bantu perbaikan.”

Beberapa warga mengangguk lega. Tapi tidak sedikit yang ragu.

“Pak, jalan kita ini udah bertahun-tahun dilaporin. Tapi enggak pernah disentuh,” celetuk Bu Enah dari belakang.

*Antara Harapan dan Kenyataan*

Warga menyambut baik kabar kerja sama pemerintah dan TNI AD. Mereka ingin percaya. Tapi di sisi lain, mereka juga lelah berharap. Apalagi saat mendengar proyek revitalisasi tambak Pantura akan menyedot Rp 26 triliun investasi dan diprediksi mendongkrak ekonomi Jawa Barat hingga 26%.

“Investasi segitu besar, masa iya buat benerin jalan kampung aja enggak bisa?” gumam Pak Darto di tepi sawah, sambil menatap langit.

Tetangganya, Kang Asep, seorang pemuda lulusan sarjana, menyahut.

“Masalahnya, Pak, pembangunan sekarang itu seringnya demi angka, bukan demi manusia. Rakyat jadi penonton. Itu semua ulah kapitalis. Padahal, jalan ini bisa tentukan masa depan Dudung, anak Bapak juga.”

Pak Darto diam. Tapi matanya berbinar, seolah baru memahami sesuatu yang selama ini hanya dirasakannya, tapi tak bisa diucapkan. Dia teringat penejelasan Ustaz Karim yang menceritakan sejarah di masa Rasulullah Saw., bahwa pembangunan bukan soal keuntungan. Negara membangun jalan, pasar, sumur, dan masjid sebagai bagian dari pelayanan.

Begitu pun Umar bin Khattab yang telah memerintahkan pembangunan jalan antar kota agar distribusi pangan lancar. Umar bin Abdul Aziz memperluas jaringan jalan hingga ke desa-desa agar rakyat mudah mengakses kebutuhan.

Baca Juga: Di Balik Pintu Besi Kosambi: Sebuah Pelajaran tentang Kepekaan dan Tanggung Jawab

“Kang, negara Islam itu dulu serius urus jalan kampung kayak begini juga?” tanya Pak Darto penasaran.

“Iya, Pak. Karena dalam Islam, pemimpin itu pelayan umat. Bukan pengelola proyek,” jawab Kang Asep sambil tersenyum.

“Andai sistem itu diterapkan sekarang...” gumam Pak Darto lirih.

Sore menjelang. Dudung pulang sekolah dengan baju kotor penuh lumpur. Sepeda ontelnya mogok di tengah jalan berlubang. Ia menuntunnya pelan, kakinya lecet lagi.

Pak Darto melihatnya dari jauh. Ia tahu, perbaikan jalan itu bukan hanya soal aspal. Tapi soal harapan. Tentang masa depan anak-anak desa yang ingin sekolah tanpa jatuh, tanpa takut tertinggal.***

Tags

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB