“Beras itu kebutuhan pokok, Bu. Tapi dalam sistem hari ini, beras pun dijadikan komoditas bisnis yang bisa dimanipulasi. Tak peduli rakyat makan apa, yang penting grafik laba naik,” ujar Pak Tono lirih.
Pendidikan tak menanamkan amanah, hanya mencetak cerdas akademik. Akhirnya, para pengusaha yang pintar pun menjadi licik.
Lebih jauh, negara hanya menguasai sekitar 10% dari pasokan pangan nasional, sisanya dikendalikan oleh korporasi. Akibatnya, pemerintah kehilangan kekuatan untuk mengontrol pasar dan menetapkan harga yang adil.
Baca Juga: Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri
*Islam: Menegakkan Keadilan, Menghapus Kecurangan*
Jika kita melihat ke belakang, dalam sejarah Islam, pangan tidak pernah menjadi ruang bebas untuk penipuan.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Barang siapa menipu, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)
Negara dalam Islam memegang peran penuh sebagai pengatur dan pelindung. Penguasa wajib bersikap amanah, karena ia adalah pelayan rakyat, bukan pelayan kepentingan bisnis.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Imam adalah junnah (perisai), tempat orang berlindung dan berperang di belakangnya.” (HR. Muslim)
Islam menegakkan aturan melalui tiga pilar utama: ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan sistem sanksi negara yang tegas dan menjerakan. Negara juga membentuk qadi hisbah, yakni aparat pengawas pasar, yang menginspeksi langsung timbangan, kualitas barang, dan perilaku pedagang.***
Artikel Terkait
Ibu Rani, Bayi Kecil, dan Harapan Baru di Jawa Barat
Di Balik Pintu Besi Kosambi: Sebuah Pelajaran tentang Kepekaan dan Tanggung Jawab
Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah
Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri
Sungai Itu Masih Ingat Namamu
Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?