Istrinya, Ayu, datang membawa segelas air. "Raka... sungai kecil di sebelah ladang itu mulai surut. Kata tetangga, karena lahan atasnya dibabat untuk perumahan."
Raka mengangguk pelan. "Kalau tak ada penataan yang adil, kita hanya akan menyaksikan sawah-sawah ini menjadi aspal, dan anak-anak kita menjadi kuli di kampung sendiri."
Suara Alam yang Tak Terdengar
Suatu malam, dalam mimpinya, Pak Anwar bertemu almarhum ayahnya.
"Anwar... ingat ketika kau kecil, kita tanam pohon jati di bukit itu?"
"Iya, Yah. Tapi bukit itu sudah rata. Sekarang jadi gudang."
Ayahnya menatapnya dengan lembut. "Tanah tak pernah menuntut banyak. Ia hanya ingin dihormati. Jika manusia melupakan itu, maka tanah akan bicara lewat bencana."
Pak Anwar terbangun. Hatinya bergetar. Esok paginya, ia ajak tetangganya berkumpul. Mereka sepakat menanam kembali pohon-pohon di tepi sungai. Bukan karena mereka menolak pembangunan, tapi karena mereka tahu bahwa hidup tak bisa terus mengorbankan alam.
Baca Juga: Di Balik Pintu Besi Kosambi: Sebuah Pelajaran tentang Kepekaan dan Tanggung Jawab
Harapan dalam Langkah Baru
Beberapa bulan kemudian, di sebuah forum warga dan pemerintah, Dita berdiri di depan mikrofon.
“Kita sedang menulis ulang masa depan. Tata ruang yang berimbang adalah jembatan antara kemajuan dan keberlanjutan. Kami, anak-anak muda birokrasi, ingin membuktikan: pemerintah bisa mendengar suara akar rumput, dan alam bisa hidup berdampingan dengan pertumbuhan.”
Tepuk tangan menggema. Di sudut ruangan, Pak Anwar dan Raka saling tersenyum. Mereka tahu, jalan masih panjang. Tapi setidaknya, langkah sudah dimulai.
Penutup
Membangun negeri bukan sekadar menanam beton, tapi juga merawat akar. Menyusun rencana tata ruang bukan sekadar memetakan wilayah, tapi juga mendengar suara alam dan warganya. Pemerintah bukan musuh, rakyat bukan beban. Kita hanya butuh saling mengingatkan bahwa bumi ini titipan.
Artikel Terkait
Seberapa Besar Inovasi Pengajaran Bahasa Inggris dalam menghadapi Globalisasi?
Ibu Rani, Bayi Kecil, dan Harapan Baru di Jawa Barat
Di Balik Pintu Besi Kosambi: Sebuah Pelajaran tentang Kepekaan dan Tanggung Jawab
Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah
Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri