Jabar, Provinsi Layak Anak?

photo author
- Selasa, 9 April 2024 | 20:40 WIB
Ilustrasi anak yang sedang bermain (pixabay/ katerinakucherenko  )
Ilustrasi anak yang sedang bermain (pixabay/ katerinakucherenko )

Oleh : Ummu Fahhala, S.Pd.

(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

Bisnisbandung.com - Banyak daerah di Jawa Barat sudah masuk daerah layak anak, yakni ada 23 daerah dari 27 kabupaten dan kota telah berpredikat layak anak. Seperti dilansir liputan6.com,18 Maret 2024. 

Tapi mirisnya, berbagai penghargaan kategori kota layak anak (KLA) telah didapatkan, masih banyak fakta terjadinya problem terkait anak, mulai dari stunting hingga bullying.

Hal ini membuktikan bahwa KLA tidak bisa menjamin terwujudnya perlindungan anak. Apa penyebabnya? dan bagaimana aturan Islam menyelesaikan hal tersebut?

Baca Juga: Hari Kemenangan Telah Tiba, Berikut Makna Perayaan Idul Fitri dan Lebaran

Kapitalisme Penyebabnya

Banyaknya aturan atau UU perlindungan anak tidak mampu menjadi payung hukum bagi anak, karena faktanya, kasus kekerasan terhadap anak (bullying) atau stunting jumlahnya lebih besar dari semua data yang tercatat, karena tidak semua korban diketahui untuk dilaporkan kepada pihak yang berwajib dengan berbagai alasan.

Bisa jadi sebagian besar kekerasan terhadap anak dilakukan oleh keluarganya sendiri. Program kota layak anak dibuat pemerintah untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, sehingga diharapkan akan terwujud Indonesia layak anak atau ‘Idola’ tahun 2030. 

Nilai-nilai sekuler barat yang jauh dari aturan agama (sekulerisme) dan liberalisme menjadi asas solusi KLA yang diadopsi, tak heran persoalan kekerasan anak tak pernah terselesaikan.

Selama aturan kehidupan yang diterapkan masih berlandaskan pada hawa nafsu dan kebebasan akal manusia sebagaimana dalam sistem sekuler kapitalisme, maka korban-korban kekerasan dan eksploitasi terhadap anak dan perempuan akan terus bermunculan dengan beragam modusnya.

Kesenjangan dan kesempitan ekonomi sebagai akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme saat ini juga menjadi faktor lain penyebab timbulnya kekerasan terhadap anak, menjadikan beratnya beban hidup.

Di tengah susahnya lapangan kerja, banyak PHK, pengangguran, inflasi pangan dan kenaikan biaya hidup lainnya.

Sedangkan kebutuhan hidup harus terus dipenuhi, sehingga hal tersebut menimbulkan stress atau tekanan terhadap orang tua dan memicu tindakan kekerasan fisik.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Alit Suwirya

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB
X