Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Hewan, Ada Kemungkinan Menular ke Manusia?

- Jumat, 13 Mei 2022 | 12:51 WIB
Tabel impor daging sapi (SPI)
Tabel impor daging sapi (SPI)

Bisnis Bandung - Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan dua daerah yang dilanda wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan, yaitu Kabupaten Aceh dan Kabupaten di Jawa Timur. 

Untuk Kabupaten Aceh, ada dua daerahnya yang terpapar wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan yaitu Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Sementara Jawa Timur terdiri dari Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan Mojokerto.

Menanggapi hal ini Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, Indonesia sebenarnya sejak tahun 90-an sudah bebas wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan, setelah berusaha dengan keras selama puluhan tahun untuk mengatasi wabah PMK.

Virus atau wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ini muncul kembali diduga berasal dari luar Indonesia mengingat virus ini tidak mampu bertahan lama. 

Baca Juga: Nikel Melimpah, Indonesia Berpotensi Menguasai Industry Baterai Global Seiring Tren Kendaraan Listrik Dunia

"Virus/wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ini muncul diduga karena impor daging, sapi dan ternak lainnya dari luar yang meningkat dari negara-negara yang masih ada zonasinya wabah PMK, "kata Henry

Henry memaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) memang terjadi kenaikan impor daging sapi. Pada 2021 impor daging sapi sebesar 273,53 ribu ton, jumlah itu naik 22,4% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 223,42 ribu ton. 

“Nilai impor daging sapi pun naik menjadi US$ 948,37 juta atau sekitar Rp 13,64 triliun pada 2021 (kurs 1US$ = Rp 14.388). Jumlah ini naik 35,83% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 698,18 juta," katanya.

Henry menuturkan kebijakan impor ini ini didukung oleh Undang-Undang (UU) No.41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. 

“SPI bersama yang tergabung dalam Komite Perlindungan Perdagangan Peternakan dan Kesehatan Hewan (KP3 KESWAN) menang dalam judicial review UU No.18/2009, tapi kemudian lahir UU No.41 /2014 berdasarkan zonasi, terus di-judicial review lagi oleh kawan-kawan seperti dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dan lainnya, tapi kalah,” keluhnya.

Baca Juga: Utang Freeport Kian Membengkak, Apa Keuntungan yang Diperoleh Indonesia?

“UU No.41/2014 ini semakin memperluas kebijakan importasi ternak di tengah ketergantungan pada impor ternak dan produk ternak yang sudah tinggi"

"Pemberlakuan sistem zona tersebut merugikan hak masyarakat untuk hidup sehat, sejahtera, aman, dan nyaman dari bahaya penyakit menular dari hewan ataupun produk hewan yang dibawa karena proses impor dari zona yang tidak aman,” sambungnya. 

"Seharusnya pemerintah melindungi peternakan di Indonesia sejalan dengan janji pemerintahan Jokowi untuk membangun kedaulatan pangan di Indonesia, yang menargetkan Indonesia menjadi negara yang swasembada untuk daging," tegasnya lagi. 

Hal tersebut diperjelas Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi (P3A) SPI Qomarun Najmi. Ia menyampaikan, untuk memastikan apakah dari daging atau ternak hidup harus dilihat strain virus yang ada pada daging atau ternak.

Halaman:

Editor: Yayu Rahayu

Sumber: spi.or.id

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X