bisnisbandung.com - Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menilai polemik penamaan Laut Ambalat oleh Malaysia bukan sekadar persoalan istilah, melainkan bagian dari strategi klaim wilayah di kawasan landas kontinen antara Kalimantan dan Pulau Sulawesi.
Menurutnya, dalam sengketa wilayah yang beririsan, setiap negara cenderung menggunakan penamaan sesuai perspektif dan klaim masing-masing.
Indonesia menyebut wilayah tersebut sebagai Blok Ambalat, sementara Malaysia mengacu pada blok ND6 dan ND7 yang mereka sebut Laut Sulawesi.
Baca Juga: Dinilai Ada Pengacauan Saksi, Kuasa Hukum Nikita Mirzani Ungkap Jaksa Hambat Fakta di Persidangan
“Ya, tentu pengaruhnya besar, karena kalau misalnya kita juga mengatakan ND6 dan ND7, berarti kita sudah tunduk dengan keinginan dari Malaysia,” terangnya dilansir dari youtube Metro TV.
Dalam peta internasional, kawasan tersebut memang dikenal sebagai Laut Sulawesi, namun perbedaan istilah muncul karena kedua negara mempertahankan klaimnya.
Praktik ini dinilai wajar dalam hubungan internasional, sebagaimana terjadi pada berbagai sengketa wilayah di dunia seperti antara Jepang, Cina, dan Korea Selatan yang menggunakan penamaan berbeda untuk pulau yang sama.
Baca Juga: Kisruh Sidang Nikita Mirzani, Pakar Hukum Pidana Soroti Strategi Persidangan
Hikmahanto menekankan bahwa mempertahankan istilah “Blok Ambalat” penting bagi Indonesia untuk menghindari kesan tunduk pada klaim Malaysia.
Ia menjelaskan bahwa Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pernah sepakat untuk tidak terus bersengketa soal batas yang belum terselesaikan secara hukum, dan memilih fokus pada kerja sama pengelolaan sumber daya di wilayah yang tumpang tindih melalui skema joint development.
Skema ini pernah diterapkan Indonesia saat bekerja sama dengan Australia di Palung Timor ketika Timor Timur masih menjadi bagian dari Indonesia.
Meski demikian, joint development memicu pro dan kontra. Sebagian pihak menganggapnya solusi pragmatis untuk mencegah konflik, sementara yang lain khawatir detail teknis perjanjian akan menjadi tantangan berat dalam perundingan.
Baca Juga: Tidak Masuk Akal! Amien Rais Kecam Penundaan Eksekusi Vonis Silvester Matuddina
Hikmahanto menegaskan bahwa wilayah yang disengketakan bukan laut teritorial yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan, melainkan landas kontinen yang hanya memberikan hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam.
Artikel Terkait
Megawati di Kongres PDIP: Kembalikan Keadilan Hukum itu di Republik Indonesia ini!
Ketimpangan di Perkotaan Indonesia Meningkat, Ekonom: PHK dan Informalisasi Jadi Faktor Utama
2030 Jadi Tahun Penentuan: Indonesia Selamat atau Bubar dari Middle-Income Trap?
Mulai 17 Agustus! Bank Indonesia Luncurkan “Payment ID”, Transaksi Digitalmu Kini Tersambung ke NIK dan Diawasi Negara! Pajak Mengintai Dompetmu
Dari Malang ke AS Jadi Profesor Tetap! Ilmuwan Indonesia Ciptakan Beras Super Tinggi Protein Pertama di Dunia
Ade Armando Soroti Kesakralan Bendera, Indonesia Tak Sebebas Amerika dalam Ekspresi Simbolik