bisnisbandung - Pengamat sosial dan politik, Islah Bahrawi, menyampaikan kekhawatiran mendalam atas maraknya aksi premanisme di Indonesia yang belakangan ini semakin mencolok.
Menurutnya, jika fenomena ini dibiarkan, Indonesia bisa menghadapi risiko keterpurukan serupa dengan yang dialami Haiti.
Dalam pandangannya, Islah mengulas situasi Haiti yang kini dikuasai oleh kelompok preman di hampir seluruh sektor, mulai dari pelabuhan, jalanan, pusat pertokoan hingga perkantoran.
Baca Juga: Membeludak! Lonjakan Pelamar PPSU Cerminkan Kelesuan Ekonomi di Jakarta
“Kita tahu, Haiti adalah negara yang hari ini betul-betul mengalami keterpurukan luar biasa akibat penguasaan preman di semua sektor, baik itu pelabuhan, jalan, pertokoan, perkantoran, semua dikuasai oleh preman,” tuturnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube MPTV.
Kondisi tersebut terjadi setelah preman diberi ruang dalam berbagai tatanan sosial dan politik, yang awalnya bertujuan untuk menstabilkan keadaan.
Akibat normalisasi penggunaan jasa preman, mereka tumbuh menjadi kekuatan dominan yang melemahkan pemerintahan dan hukum negara tersebut.
Baca Juga: Pengangguran Jakarta Tembus 350.000, Pemprov Diminta Transparan dalam Rekrutmen PPSU
Islah menilai, kejadian yang terjadi di Indonesia saat ini, seperti aksi premanisme di sekitar pembangunan pabrik BYD di Subang dan keresahan pelaku usaha di Depok akibat ulah organisasi masyarakat, menunjukkan gejala serupa.
Ia menekankan bahwa ruang gerak kelompok preman berbaju ormas tidak boleh dibiarkan membesar, apalagi jika mereka mendapatkan perlindungan atau dianggap dekat dengan kekuasaan.
Salah satu insiden yang menjadi sorotan Islah adalah kasus di Depok, di mana ketua salah satu organisasi masyarakat diduga melakukan penganiayaan dengan senjata api dan melawan upaya penegakan hukum.
Perlawanan tersebut bahkan sampai memicu pembakaran mobil polisi dan membuat aparat harus menarik mundur pasukan.
Baca Juga: Heboh! Diduga Ada Operasi Like di Video Gibran, Hersubeno: Ini Memang Kayak Permainaan Buzzer
Menurut Islah, kejadian ini memperlihatkan lunturnya wibawa hukum di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa sebagai negara demokrasi, Indonesia harus berpegang teguh pada prinsip penegakan hukum tanpa kompromi terhadap kekerasan atau intimidasi kolektif.
Artikel Terkait
Disinggung Soal Antisipasi soal Ekonomi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan Ungkap Peran DEN
Indonesia Tak Akan Tunduk Buta pada Tekanan Impor AS, Luhut: Kita Paham Betul
Data Finansial Indonesia Dipertaruhkan? QRIS dan GPN Jadi Taruhan dalam Negosiasi Dagang RI-AS
70 Tahun KAA, Pengamat: Indonesia Pernah Hebat Kini Profilnya Jeblok di Era Jokowi
LG Batal Investasi di Indonesia, Pemerintah: Kami yang Memutus, Bukan Mereka
Sri Mulyani Ungkap Negosiasi Tarif Trump: Indonesia Tak Mau Kena Dampak Langsung!