Bisnis Bandung - Robert Kiyosaki seorang penulis terkenal melalui buku Rich Dad Poor Dad mengeluarkan prediksinya tentang arah Cryptocurrency Bitcoin kedepan.
Robert Kiyosaki yang saat ini merekomendasikan Bitcoin mulai terkenal sejak meluncurkan buku Rich Dad Poor Dad pada 1997 yang ia tulis bersama Sharon Lechter.
Buku tersebut berhasil menjadi best seller selama beberapa tahun dan melambungkan nama Robert Kiyosaki sebagai pengusaha, penulis, dan investor.
Baca Juga: Emirates Airline akan Segera Menerima Pembayaran dalam Cryptocurrency Bitcoin
Melalui Twit dari akun twitter @theRealKiyosaki pada 18 Mei 2022, Robert Kiyosaki mengatakan masih percaya bahwa Bitcoin akan naik (Bullish).
Namun ia menunggu Bitcoin untuk menyentuh level terendah barunya yang ia sebut di angka 20 ribu, 14 ribu , 11 ribu atau 9 ribu USD.
Ia juga membeberkan alasannya percaya bahwa Cryptocurrency seperti Bitcoin akan mengalami kenaikan harga dalam jangka panjang.
Baca Juga: Market Cryptocurrency Reset Ulang, Analisis Waktu Yang Tepat Cicil Bitcoin dan Ethereum
Baca Juga: El Salvador Membeli 500 Bitcoin ditengah Penurunan Harga Cryptoccurenty saat ini
Menurutnya Federal Reserve dan Departemen Treasury Amerika merupakan lembaga yang korup dan akan mengalami kehancuran sebelum mereka memperoleh kembali kejujuran, integritas dan kompas moral.
Sebelumnya Robert Kiyosaki memang sering mengkritik pemerintahan Joe Biden yang menyebabkan timbulnya inflasi sehingga ia merekomendasikan investasi pada emas, perak dan Cryptocurrency seperti Bitcoin, Ethereum, dan Solana.
Namun ia selalu memperingatkan bahwa Cryptocurrency memiliki masalah tersendiri yaitu terkait regulasi dari pemerintah yang belum pasti.***
Artikel Terkait
Harga Cryptocurrency Bitcoin dan Ethereum Melonjak Setelah Jerome Powell Mengumumkan hasil FOMC
Brubank, Bank Digital Argentina Kini Melayani Transaksi Cryptocurrency Bitcoin dan Ethereum
Gucci Mulai Menerima Pembayaran Dalam Cryptocurrency Bitcoin, Ethereum, DOGE dan Shiba Inu
IMF Melaporkan Adopsi Cryptocurrency Bitcoin di Republik Afrika Tengah Menimbulkan Risiko