bisnisbandung.com - Nilai tukar rupiah sempat menghebohkan jagat media sosial setelah disebut menembus level 17.200 per dolar AS.
Namun, angka tersebut tidak mencerminkan kondisi riil di pasar spot domestik.
Emil Muhamad, ekonom senior dari PT Bahana TCW Investment Management, menjelaskan bahwa level tersebut muncul di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) yang diperdagangkan di luar negeri, bukan di pasar fisik dalam negeri.
“Iya. Kalau kita lihat, ramai di berita, di media sosial, di media juga, terkait dengan rupiah yang tembus level 17.200 itu pada dasarnya bukan rupiah secara spot fisik, ya,” terangnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube CNBC Indonesia.
Baca Juga: Tokoh Hukum Kritik Keras Era Jokowi, Hukum Jadi Alat Kekuasaan Bukan Keadilan
“Melainkan adalah kontrak dari rupiah yang disebut dengan NDF (Non-Deliverable Forward) yang diperdagangkan di luar negeri,” lanjutnya.
Koreksi tajam ini terjadi di tengah tekanan global, terutama akibat kebijakan tarif Amerika Serikat yang berdampak terhadap banyak negara, termasuk Indonesia.
Meskipun tekanan tersebut sempat memperlemah nilai tukar rupiah, Bank Indonesia (BI) dikabarkan telah melakukan intervensi secara aktif, termasuk di pasar NDF domestik (DNDF) dan pasar spot, untuk menstabilkan nilai tukar.
Intervensi BI dinilai efektif. Setelah menyentuh level tinggi di angka 17.300, rupiah di pasar NDF segera menguat kembali ke kisaran 16.800 pada awal perdagangan.
Baca Juga: Jokowi Disetarakan dengan Presiden Kenya & Nigeria, Pengamat politik: Malu Saya sebagai Bangsa
Dengan cadangan devisa yang masih memadai dan belum adanya eskalasi besar dari perang dagang global, rupiah diprediksi masih bisa dijaga tetap stabil ke depan.
Dari sisi pasar saham, pelemahan IHSG pada awal pekan ini turut menjadi sorotan.
Emil menilai, penurunan ini justru membuka peluang bagi investor untuk memanfaatkan momen buy on dip, terutama setelah indeks LQ45 sempat terkoreksi hingga 11%, lebih dalam dibandingkan indikator MSCI Indonesia di Amerika Serikat (EIDO) yang turun sekitar 7%.
Meskipun demikian, Emil menekankan pentingnya sikap defensif dalam jangka pendek, khususnya bagi investor yang belum siap menghadapi volatilitas tinggi.
Artikel Terkait
DANANTARA Guncang Pasar! IHSG Anjlok, Rupiah Tertekan, Tonny Hermawan Adikarjo: Apa yang Terjadi?
“The Fed akan Terus Menekan Rupiah” Dokter Tifa Sebut Perlu Reshuffle Besar-Besaran
Tembus 16.500, Kenapa Rupiah Melemah Menjelang Lebaran? Analisis Ekonom Bahana Sekuritas
Dibandingkan Mata Uang Regional, Rupiah Masih Stabil? Ini Analisisnya!
Mirip Krisis 1998? Yanuar Rizky Soroti Anjloknya Rupiah dan IHSG
Miris! Industri yang Paling Terdampak Pelemahan Rupiah, Tekstil hingga Pangan