bisnisbandung.com - Kreator konten dan pengusaha Raymond Chin menyoroti sisi gelap dunia bisnis modern yang menurutnya justru membuat masyarakat semakin miskin.
Ia mengungkap bahwa model bisnis masa kini lebih berorientasi pada pertumbuhan cepat dan keuntungan jangka pendek, berbeda dengan bisnis klasik yang berfokus pada keberlanjutan dan kepuasan pelanggan.
Raymond menjelaskan bahwa rata-rata umur perusahaan modern terus menurun drastis. Jika pada tahun 1950-an perusahaan di indeks S&P 500 bisa bertahan lebih dari enam dekade, kini umurnya bahkan tidak sampai dua puluh tahun.
Fenomena ini mencerminkan perubahan paradigma bisnis yang menomorsatukan kecepatan pertumbuhan dibanding ketahanan jangka panjang.
Baca Juga: Heboh Kasus Pengosongan Paksa Rumah Makan di Bandung, Sengketa Tanah Tak Bersertifikat
“Dan ini susah buat disolve. Kompetisi jangka pendek plus deceptive marketing ini yang pelan-pelan bikin rakyat kita lebih miskin,” ucapnya di YouTube pribadinya.
“Karena fenomena impulsive buying akibat FOMO, karena kita ngerasa menang dapat harga lebih murah, padahal itu bibit-bibit era konsumerisme yang bikin rakyatnya miskin,” terusnya.
Perubahan besar ini dimulai sejak era 1990-an ketika konsep time-based competition dan quick response manufacturing mulai mendominasi dunia industri.
Kompetisi pun beralih pada siapa yang mampu bergerak paling cepat. Tren ini mencapai puncaknya pada era startup di tahun 2000-an, ketika muncul filosofi move fast and break things yang mendorong bisnis untuk tumbuh tanpa memikirkan keberlanjutan.
Baca Juga: Kabar Baik! Blibli Jamin Keamanan Belanja Smartphone Online bagi Arek Suroboyo Tanpa Ragu
Era digital memperparah keadaan. Dengan hadirnya internet, media sosial, dan teknologi AI, hambatan untuk memulai bisnis menjadi sangat rendah.
Akibatnya, jumlah kompetitor melonjak tajam dan setiap pelaku usaha berlomba-lomba menarik perhatian konsumen.
Namun, fokus yang berlebihan pada pertumbuhan instan mendorong lahirnya praktik pemasaran menyesatkan atau deceptive marketing.
Berbagai penelitian global menunjukkan bahwa mayoritas platform digital dan situs e-commerce menggunakan taktik manipulatif, seperti dark patterns, promo palsu, hingga diskon fiktif.