bisnisbandung.com - Kebijakan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump dinilai bukan semata-mata kebijakan ekonomi, melainkan bagian dari strategi tekanan yang lebih luas.
Menurut mantan diplomat RI, Ple Priatna, skema tarif hanyalah pintu masuk menuju tuntutan-tuntutan ekonomi yang lebih dalam terhadap negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia.
Ple menegaskan bahwa dalam hubungan antarnegara tidak ada istilah hubungan yang benar-benar tulus.
Baca Juga: Heboh Ijazah Jokowi Fiktif, Pengamat Politik Tantang Mau Ngapain Kalau Terbukti Palsu?
“Jadi tidak ada yang namanya hubungan yang tulus (sincere relationship) yang bertahan seperti orang mau menikah gitu. Enggak. Ini permainan dari awal. Trump itu menggunakan entry point-nya: defisit,” terangnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube Metro TV, Rabu (16/4).
Semua negara bertindak berdasarkan kepentingan, dan Trump memainkan narasi defisit perdagangan sebagai dasar untuk membangun tekanan global, terutama melalui penetapan tarif yang selektif.
“Entry-nya defisit, itu dijadikan darurat ekonomi untuk menyebar tekanan ke luar. Salah satunya, ya itu: dia menodong dengan tarif. list tarif sekian banyak. Iya. Dan tarif ini sebetulnya ujungnya apa? Ujungnya adalah agar kita impor lebih banyak barang dari Amerika,” terusnya.
Baca Juga: 4 Hakim Terseret Korupsi CPO, Mahfud MD: Kejagung Masih Setengah Hati
Dalam konteks Indonesia, penerapan tarif bukan sekadar instrumen fiskal, melainkan bagian dari dorongan agar Indonesia meningkatkan volume impornya dari Amerika Serikat.
Tujuannya jelas: menyeimbangkan neraca perdagangan AS dengan negara-negara mitranya. Namun, mantan diplomat tersebut menilai bahwa tekanan dari AS tak berhenti di situ.
Ia menunjukkan bahwa praktik yang dilakukan terhadap negara lain, seperti Vietnam, memberikan gambaran penting.
Meskipun Vietnam sempat menawarkan tarif nol terhadap produk Amerika, tekanan tetap berlanjut dalam bentuk non-tariff barrier. Hal ini membuktikan bahwa tarif hanyalah taktik awal, bukan tujuan akhir.
Lebih lanjut, Ple mengungkapkan bahwa proses negosiasi dengan AS juga tidak selalu berjalan sesuai jalur formal.
Baca Juga: Soal Ijazah UGM, Jokowi Tantang Penuduh: Siapa Menuduh Dia yang Harus Buktikan!