Soroti Pembayaran di Hotel-Hotel, Tarif Royalti Musik Dinilai Tak Proporsional

photo author
- Selasa, 12 Agustus 2025 | 20:00 WIB
Ancaman Bisnsi Hotel (Tangkap layar youtube cnbc Indonesia)
Ancaman Bisnsi Hotel (Tangkap layar youtube cnbc Indonesia)

 

bisnisbandung.com - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai penerapan tarif royalti musik di Indonesia masih belum proporsional dan berpotensi membebani pelaku usaha.

Wakil Ketua Umum PHRI Bidang Kebijakan Publik, Soetrisno Iwantono, menyebut beberapa masalah yang perlu segera dibenahi, mulai dari mekanisme penagihan hingga kejelasan kategori lagu yang wajib dikenakan royalti.

Menurut PHRI, sebagian besar hotel yang menjadi anggota organisasi sudah membayar royalti musik sesuai aturan.

Namun, ada pula hotel kecil yang tidak memutar musik sama sekali, sehingga seharusnya tidak diwajibkan membayar.

Baca Juga: Film Merah Putih One For All Viral, Produser Eksekutif Ucapkan Terima Kasih

Masalah lain muncul ketika satu usaha memiliki beberapa area yang memutar musik, tetapi penagihan dilakukan lebih dari sekali, meski berada dalam satu lokasi yang sama.

PHRI juga menyoroti praktik penarikan pembayaran royalti secara mundur untuk periode saat pandemi COVID-19.

“Dan kemudian juga kan kemarin kita dengar dari LMKN bahwa yang selama COVID itu tidak dipungut,” ungkapnya dilansir dari youtube Metro TV.

“Tapi kenyataannya banyak keluhan di lapangan bahwa dia baru daftar sekarang tapi ditarik mundur ke belakang. Dan ini kan berat kalau orang disuruh membayar bertahun-tahun ke belakang,” lanjutnya.

Baca Juga: Uang Rakyat Triliunan Untuk IKN? Amien Rais: Jokowi Gagal Total!

Padahal, saat itu pihak pengelola royalti menyatakan tidak akan melakukan pungutan. Kebijakan ini dinilai memberatkan, terutama jika pelaku usaha harus membayar akumulasi tagihan bertahun-tahun ke belakang.

Persoalan lain terletak pada penentuan tarif yang dinilai belum mencerminkan proporsi penggunaan musik secara adil. PHRI berpendapat, pembayaran seharusnya disesuaikan dengan intensitas pemutaran, serta memperjelas kategori lagu komersial.

Lagu-lagu lama atau yang sudah menjadi common use juga dipertanyakan relevansinya untuk tetap dikenakan royalti.

“Ini saya kira hal-hal yang perlu diperjelas ke depan,” tegas Soetrisno Iwantono.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X