Indonesia Berisiko Terpuruk di Perdagangan Global, Produk AS akan Banjiri Pasar Nasional

photo author
- Rabu, 16 Juli 2025 | 17:30 WIB
Presiden Prabowo Subianto (Tangkap layar youtube Hersubeno Point)
Presiden Prabowo Subianto (Tangkap layar youtube Hersubeno Point)

Bisnisbandung.com - Pemerintah Indonesia kini menghadapi tantangan serius dalam perdagangan internasional menyusul penerapan tarif ekspor sebesar 19% oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah produk Indonesia, namun dengan syarat menambah impor energi AS dan pembelian pesawat Boeing.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai kebijakan ini justru berisiko melemahkan daya saing industri nasional dan membuka peluang masuknya produk-produk dari AS ke pasar domestik secara besar-besaran.

Menurut Bhima, tarif 19% dianggap terlalu tinggi, terutama jika dibandingkan dengan tarif sebelumnya yang berkisar 0% hingga 5% di bawah skema Generalized System of Preferences (GSP).

Baca Juga: Pemakzulan Gibran & Isu Ijazah Palsu, Jokowi Ungkap Ada Agenda Politik Tersembunyi!

Kebijakan tersebut sebelumnya memungkinkan Indonesia mengekspor produk ke AS dengan tarif rendah sebagai bentuk dukungan terhadap negara berkembang.

Dengan penghapusan GSP dan pemberlakuan tarif 19%, banyak pelaku industri mengeluhkan turunnya daya saing, terutama di sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan pakaian jadi.

“Itu membuat ekspansi kemudian investasi baru pastinya akan berkurang.Jadi, di sinilah perlu tetap ada mitigasi bagaimana kesiapan agar industri-industri padat karya yang tetap terdampak dengan tarif 19% itu bisa dibantu,” tegasnya dilansir dari youtube Metro TV.

Baca Juga: Stop Bicara Hilirisasi, Bivitri: Ini Warisan Gelap Jokowi yang Harus Dibongkar!

Bhima menekankan perlunya mitigasi serius dari pemerintah untuk menghindari gelombang dampak lanjutan.

Beberapa langkah yang dianggap penting antara lain pemberian insentif fiskal seperti diskon tarif listrik untuk industri padat karya, perluasan insentif PPh 21, hingga dukungan logistik agar biaya produksi bisa ditekan.

Hal ini dinilai krusial agar industri tetap bisa bertahan di tengah tekanan tarif tinggi dari AS.

Selain risiko terhadap ekspor, kerja sama dagang dengan AS dinilai dapat menjadi preseden negatif bagi hubungan perdagangan Indonesia dengan negara lain.

Kesepakatan yang mengharuskan Indonesia melakukan impor BBM, LPG, gandum, hingga produk pertanian dari Amerika Serikat dalam skala besar dinilai sebagai bentuk negosiasi yang timpang.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Menangis! Warga Makan Bangkai Ayam di Tengah Tumpukan Sampah TPA Sarimukti

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X