TANPA upacara peluncuran yang menggelegar disertai promosi besar-besaran, hampir semua pabrikan otomotif meluncurkan mobil listrik produknya ke jalan raya di Indonesia. Tidak semua orang tahu persis mana mobil peminum bensin mana yang digerakkan listrik.
Dilihat sepintas tidak beda sama sekali. Cuma beberapa merek mobil yang meluncur dengan desain baru nan unik. Toyota C+pod, misalnya, tampil dengan bentuk mobil mini. Daya muatnya hanya untuk dua orang. Mobil listrik itu masuk pasar dengan harga sekira Rp 225 juta. Kemudian Renauklt Twizy juga berukuran kecil. Desainnya mirip helikopter dengan kapasitas tempat duduk dua kursi. Mobil dengan desain mirip mobil antik zaman awal ada mobil itu dipasarkan dengan harga Rp 408 juta.
Mobil listrik sekarang sudah memasuki persaingan cukup ketat. Pabrikan berusaha menampilkan desain dan kekuatan yang terus meningkat, juga ada upaya menekan harga jual. Sampai hari ini, mobil China, Wuling, masih menempati urutan harga murah yakni Rp 82,1 juta. Mobil yang bersaing di kisaran harga Rp 400 – Rp 600 juta diramaikan oleh KIA, Renault, Toyota, dan lain-lain. Mercedes-Benz EQA masih berada di jajaran pasar Rp 800 juta. Mobil listrik dengan harga antara Rp 1 – 2 miliar lebih, ditempati Lexus UX300s, BMW i3s, dan termahal dipegang Tesla yang berharga lebih dari Rp 2 miliar.
Mutasi dari BBM ke listrik tampaknya akan segera diiukuti dengan mutasi dari gas juga ke listrik. Masyarakat sudah mulai membincangkan pengurangan gas elpiji. Konsumen pengguna gas untuk keperluan industri, perdagangan, dan rumah tangga, dianjurkan mulai beradaptasi dengan pengurangan peredaran gas. Penggunaan gas sebagai bahan bakar dalam tenggat waktu beberapa tahun ke depan harus digangti dengan bahan bakar listrik.
Seperti juga wacana mutasi mobil BBM ke mobil listrik, pasti mengundang bebagai tanggapan. Pro kontra datang dari konsumen dan juga pabrikan. Namun kemudian pabrikan memilih mobil listrik sebagai produknya. Pertimbangannya, BBM akan semakin langka secara alami, secara kumulatif listrik lebih murah dan lebih efisien. Tenaga listrik merupakan bahan bakar tanpa emisi yang mengganggu linmgkungan.
Mutasi bahan bakar dari gas ke listrik pada awal-awalnya pasti menimbulkan gejolak. Pri-kontra akan timbul, bukan hanya di kalangan masyarakat bawah tetapi juga di kalangan usahawan. Mesin produksi yang sekarang digunakan para pengusaha ke depan harus diubah sistem dan instalasinya. Mereka juga harus mendidik para operator. Para ;pengusaha khawatir terjadi giliran pemutusan aliran listrik PLN. Aliran listrik yang sering padam, akan sangat merugikan pengusaha.
Masalah akan berulang seperti ketika masyarakat harus bermutasi dari penggunaan kayu bakar ke minyak tanah, kemudian ke gas elpiji. Perubahan yang singkat seperti itu, layaknya revolusi budaya. Setiap revolusi budaya selalu membawa risiko. Namun setelah orang sadar, perubahan itu harus terjadi, masyarakat merasakan budaya baru itu nyaman, aman, efektif dan efisien.
Sekarang orang sudah sangat terbiasa menggunakan gas untuk kepentingan rumah tangganya. Kelangkaan kayu bakar dan minyak tanah sudah lama tidak menjadi masalah bagi masyarakat. Wacana mutasi dari gas ke listrik pasti membutuhkan waktu, tenaga, modal, dan penyuluhan bahkan pendampingan bagi masyuarakat. Pemerinrah, sejak awal, harus sudah membentuk satuan-satuan tugas sosialisasi, dan pengamanan. Pemerintah juga harus menjamin, ketersediaan daya listrik cukup. Tidak akan terjadi pemadaman, kecuali terjadi force-mayor.
Mutasi itu jangan hanya untuk kepentingan ekopnomi semata tetapi apa dan bagaimana asas manfaat bagi rakyat. ***