Mobil Listrik Bersaing Ketat Mutasi dari Gas ke Listrik

photo author
- Kamis, 9 Desember 2021 | 15:09 WIB
Mobil Listrik Bersaing Ketat Mutasi dari Gas ke Listrik
Mobil Listrik Bersaing Ketat Mutasi dari Gas ke Listrik

TANPA upacara peluncuran yang menggelegar disertai promosi besar-besaran, hampir semua pabrikan otomotif meluncurkan mobil listrik produknya ke jalan raya di Indonesia. Tidak semua orang tahu persis mana mobil peminum bensin mana yang digerakkan listrik.

 Dilihat sepintas tidak beda sama sekali. Cuma beberapa merek mobil yang meluncur dengan desain baru nan unik. Toyota C+pod, misalnya, tampil dengan  bentuk mobil mini. Daya muatnya hanya untuk dua orang. Mobil listrik itu masuk pasar dengan harga sekira Rp 225 juta. Kemudian Renauklt Twizy juga berukuran kecil. Desainnya mirip helikopter dengan kapasitas tempat duduk dua kursi. Mobil dengan desain mirip mobil antik zaman awal ada mobil itu dipasarkan dengan harga Rp 408 juta.

Mobil listrik sekarang sudah memasuki persaingan cukup ketat. Pabrikan berusaha menampilkan desain dan kekuatan yang terus meningkat, juga ada upaya menekan harga jual. Sampai hari ini, mobil China, Wuling, masih menempati urutan harga murah yakni Rp 82,1 juta.  Mobil yang bersaing di kisaran harga Rp 400 – Rp 600 juta diramaikan oleh KIA, Renault, Toyota, dan lain-lain. Mercedes-Benz EQA masih berada di jajaran pasar Rp 800 juta. Mobil listrik dengan harga antara Rp 1 – 2 miliar lebih,  ditempati Lexus UX300s, BMW i3s, dan termahal dipegang Tesla yang berharga lebih dari Rp 2 miliar.

Mutasi dari BBM ke listrik tampaknya akan segera diiukuti dengan mutasi dari gas juga ke listrik. Masyarakat sudah mulai membincangkan pengurangan gas elpiji. Konsumen pengguna gas untuk keperluan industri, perdagangan, dan rumah tangga, dianjurkan mulai beradaptasi dengan pengurangan peredaran gas.  Penggunaan gas sebagai bahan bakar dalam tenggat waktu beberapa tahun ke depan harus digangti dengan bahan bakar listrik.

Seperti juga wacana mutasi mobil BBM ke mobil listrik, pasti mengundang bebagai tanggapan. Pro kontra datang dari konsumen dan juga pabrikan. Namun kemudian pabrikan memilih mobil listrik sebagai produknya. Pertimbangannya, BBM akan semakin langka secara alami, secara kumulatif listrik lebih murah dan lebih efisien. Tenaga listrik merupakan bahan bakar tanpa emisi yang mengganggu linmgkungan.

Mutasi bahan bakar dari gas ke listrik pada awal-awalnya pasti menimbulkan gejolak. Pri-kontra akan timbul, bukan hanya di kalangan masyarakat bawah tetapi juga di kalangan usahawan. Mesin produksi yang sekarang digunakan para pengusaha ke depan harus diubah sistem dan instalasinya. Mereka juga harus mendidik para operator. Para ;pengusaha khawatir terjadi giliran pemutusan aliran listrik PLN. Aliran listrik yang sering padam, akan sangat merugikan pengusaha.

Masalah akan berulang seperti ketika masyarakat harus bermutasi dari penggunaan kayu bakar ke minyak tanah, kemudian  ke gas elpiji. Perubahan yang singkat seperti itu, layaknya revolusi budaya. Setiap revolusi budaya selalu membawa  risiko. Namun setelah orang sadar, perubahan itu harus terjadi, masyarakat merasakan budaya baru itu nyaman, aman, efektif dan efisien.

Sekarang orang sudah sangat terbiasa menggunakan gas untuk kepentingan rumah tangganya. Kelangkaan kayu bakar dan minyak tanah sudah lama tidak menjadi masalah bagi masyarakat. Wacana mutasi dari gas ke listrik pasti membutuhkan waktu, tenaga, modal, dan penyuluhan bahkan pendampingan bagi masyuarakat. Pemerinrah, sejak awal, harus sudah membentuk satuan-satuan tugas sosialisasi, dan pengamanan. Pemerintah juga harus menjamin, ketersediaan daya listrik cukup. Tidak akan terjadi pemadaman, kecuali terjadi force-mayor.

Mutasi itu jangan hanya untuk kepentingan ekopnomi semata tetapi apa dan bagaimana asas manfaat bagi rakyat.  ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB
X