HAMPIR semua masyarakat Indonesia menyukai makanan berasa pedas. Karena itu kebutuhan akan cabai, khususnya cabai rawit, sangat tinggi. Di pasar, harga cabai rawit cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu. Dilihat dari sisi ekonomi, cabai rawit bukan mwerupakan komoditas utama. Namun statistik menunjukkan, cabai rawit merupakan penyumbang inflasi paling besar.
Hal itu menandakan, peran cabai rawit tidak dapat dipandang enteng. Di Jawa Barat cabai rawit masih merupakan pendorong inflasi tertiggi (1,69%). Sampai awal triwulan III, Jabar masih defisit cabai rawit sekira 556 ton. Produksi cabai rawit Jabar termasuk tinggi kedua setelah Jawa Timur. Sampai kuartal I 2021, hasdil produksi cabai rawit Jabar menca[pai 13.708 ton. Sedangkan kebutuhan atau konsumsi mencapai angka 14.264 ton.
Unuk memenuhi kebutuhan konsumen, Jabar harus mendatangkan cabai rawit dari daerah lain, terutama dari Jawa Timur dan daerah lain. Selama ini produksi cabai rawit Jateng lebih rendah daripaada produksi Jawa Barat, 9.839 ton. Jaeng masih defisit cabai rawit 110 ton. Jawa Timur memegang rekor produksi cabai rawit tertinggi yakni 62.684 ton. Sedangkan konsumsi regional 11.432 ton. Terjadi surplus 51,252 ton.
Keklurangan pasokan cabai rawit dialami Jabar sejak lama padahal kondisi cuaca, lahan, dan tenaga petani cukup. Artinya Jabar harus mampu meningkatkan produksi cabai rawit. Tampaknya harus ada semacam gerakan peningkatan produski dan perluasan areal penanaman cabai rawit. Secara umum, peningkatan produksi cabai rawit hingga dapat memenuhi kebutuhan regional, seyogianya dapat terpenuhi. Penanaman cabai tidak membutuhkan lahan terlalu luas. Baghkan semua warga dapat menanam cabai rawit di halaman rumahnya, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Secatra umum. Jawa Barat dapat memnuhi kebutuhan pangan masyarakatnya kecuali cabai rawit. Kebutuhan pangan, baik premier maupun skunder, di Jabar boleh dikatakan melimpah. Beras, daging dan telur ayam ras, bawang merah, dan aneka cabai boleh dikatakan surplus. Jabar dapat memasok berbagai kebutuhan pangan bagi provinsi lain. Untuk itu dibutuhkan kerjasanma antar-daerah agar produksi pangan tidak menumpuk di satru provinsi sedangkan provinsi lain sangat membutuhkannya.
Kerjasama antardaerah (KAD) itu sebetulnya sudah terbentuk. Antarprovinsi di P.Jawa-Bali dapat saling ”tukatr” komoditas. Jabar punya komoditas multiproduk tetapi masih butuih cabai rawit. Melalkui KAD kedua provinsi itu dapat melakukan “barter”. Jatim memasok cabai rawit, Jabar memasok bahan pangan lain yang dibutuihkan Jatim,. Jateng dapat memasok bawang merah dan mendatangkan kebutuhan lain, baik dari Jabar maupun Jatim.
KAD tidak terkendala dengan musim pandemi. Distribusi pangan, dalam PPKM sekalipun, mendapatkan kemudahan. Tidak ada pembatasan sama sekali. ***