Selamat Datang Petani Muda

photo author
- Kamis, 4 Februari 2021 | 14:15 WIB
petani
petani

TEKNOLOGI pertanian makin lama makin berkembang. Banyak sarjanan pertanian yang melakukan berbagai penelitian dan percobaan. Berbagai jenis tanaman pangan, terutama buah-buahan, tanaman hias, tanaman herbal, berbagai jenis kayu, sudah ternikmati hasilnya. Banyak sekali petani yang melakukan penanaman buah-buahan langka,hasinya luar biasa. Di bebagai daerah kini bernmunculan kelompok-kelompoki tani yang berhasil membuat daerahnya menjadi sentra tanaman hias, sentera anggur, sentra kurma, sentra bibit, sentra kayu, sentra herbal dan sebagainya.

Tanaman anggur, apel, dan kurma, merupkan tanaman yang tadinya amat sulit tumbuh di Indonesia. Dengan kreativitas, ketekunan, dan teknologi, hampir segala jenis tanaman buah dapat tumbuh, berkembang, dan buahnya berkualitas tinggi. Memang masih banyak buah-buahan impor yang beredar di pasar domestik. Namun hampir semua pasar buah-buahan, dipenuhi buah-buahan lokal. Pepaya, pisang, jeruk, mangga, durian, dan buah-buahan lainnya yang berkualitas,  memenuhi kios-kios penjual buah. Kalau kita perhatikan, kios penjual buah-buahan semakin banyak di semua kota dan perdesaan.

Selain buah-buahan, banyak sejali petani yang membuka perkebunan tanaman hias. Seperri pernah dibahas pada artikel terdahulu, tanaman hias sejak awal tahun 2020, menjadi buming.

Kini bermunculan berbagai jenis tanaman hias, hasil tanam silang dan teknologi lainnya. Tanaman hias impor dikembangkan dengan cara okulasi, sambung pucuk, pencangkokan, dan sebagainya. Hasilnya, bermunculan varian baru yang tidak kalah menariknya dibanding induk impor.

Tahun 2020, pasar tanaman hias didominasi tanaman hias jenis aglonema dengan puluhan varian. Pasar aglonema, baik langsung dari penangkar dan kios-kios bunga, pasar daring juga cukup ramai. Kemudian mucul jenis tanaman hias lain yang berasal dari hutan belantara. Tanaman jenis keladi-keladian (caladium) dengan puluhan varian memenuhi pasar tanaman hias. Dengan teknik tanam yang kreatif, tanaman lokal itu diburu para pecinta tanaman hias. Banyak tanaman hias yang berharga fantastis sampai ratusan juta rupiah. Janda bolong (monstera adansoni) yang berasal dari semak-semak di pegunungan, tiba-tiba diburu orang dan harganya terus naik sampai pupuhan juta rupiah satu pot dengan empat-lima daun, khususnya janda bolong varigata atau perubahan warna Pada daunnya muncul warna putih atau kuining, di samping warna hijau. Harga janda bolong varigata  yang fantastis itu diikuti tanaman hias lain yang juga termasuk varigata atau mutasi warna.

Tahun 2021 ini, terjadi pergeseran harga. Beberapa jenis tanaman hias aglonema mulai ditinggalkan orang. Harganya juga merosot bahkan tidak dilirik orang. Tahun ini pasar cenderung menyukai tanaman hias berukuran besar dengan bentuk daun yang unik. Berbagai tanaman yang termasuk varigata, tahun ini juga masih disukai orang. Tanaman klasik yang masih disukai para penggemar tanaman hias yakni anggrek dan bonsai, masih bertahan dengan harga konstan.

Dampak meningkatnya pasar tanaman, didorong terjadinya pandemi yang cukup panjanmg, banyak anak muda yang terjun ke dunia pertanian. Kini bermunculan farm, dari hektaran sampai pekarangan bahkan berm yang dimanfaatkan sebagai lahan pertania polibag atau pot. Tanah-tanah yang semula ditelantarkan, kini mulai dijadikan lahan pertanian. Keluarga kecil banyak yang menyatakan dirinya petani. Mereka bercocok tanam hortikultura berupa berbagai jenis sayuran, buah-buahan dan palawija. Mereka melepaskan diri dari penyanderaan kota, dan kembali ke desa. Mereka berkebun dengan gaya hidup perkotaan bahkan berpakaian ala petani Amerika.

Mereka mengolah tanah berdasarkan ilmu yang mereka dapatkan dari bangku kuliah atau media sosial, termasuk manajemen dan pemasarannya. Hal itu tentru sangat menggembirakan. Target pemerintah dalam program ketahanan pangan, sedikitnya tertolong dengan maraknya perkebunan-perkebunan baru yang menghasilkan holtikultura dan ternak dengan mutu yang semakin baik.

Sayangnya, para petani muda itu belum melirik  sawah.  Pertanian tanaman pangan, terutama padi dan kacang kedelai, masih ditinggalkan anak-anak petani tua. Tampaknya sawah bagi kaum muda masih merupakan lahan pertanian kotor degan hasil yang minim. Mungkin harus ada perubahan dari pertanian sawah ke pertanian darat. Orang Jawa Barat, sebelum ada sawah, secara tradisional mereka termasuk masyarakat peladang. Mereka berladang, termasuk menanam padi, bukan di sawah tapi di darat (huma). Petani modern, tidak usah berlumpur-lumpur. Cukup mengopersikian traktor, mesin panen dan pengolahan menjadi produk siap jual. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB
X