Angka Kemiskinan di Jabar Meningkat

photo author
- Selasa, 1 Desember 2020 | 20:15 WIB
Angka Kemiskinan di Jabar Meningkat
Angka Kemiskinan di Jabar Meningkat

      PADA masa pandemi, angka kemiskinan pasti meningkat. Bukan hanya di Jabar tetapi hampir di semua provinsi . Hampir tidak ada negara yang mampu menekan laju pertumbuhan angka kemiskinan di negerinya. Angka kemiskinan di Jabar meningkat pada triwulan III 2020. Di perkotaan angka itu meningkat tajam dari 5,98% menjadi 7,14%. Sedangkan di perdesaan peningkatannya tidak terlalu signifikan dari 9,58% menjadi 10,27%.

      Meningkatnya angka kemiskinan di Jabar tampak lebih tinggi di daerah yang pertumbuhan industrinya rendah. Angka kemiskinan tertinggi pada triwulan III dimiliki Kota Tasikmalaya (11,6%). Agak mengherankan karena semua otrang tahu persis, Tasikmalaya merupakan kota kreatif. Segala hal dapat dimanfaatkan menjadi barang souvenir atau krafting. UMKM yang didominasi barang hasil kerajinan tangan, berada di Kota Tasikmalaya. Warganya amat terkenal sebagai masyarakat pedagang sekaligus perantau. Ternyata, industri kerajinan tangan itu lebih banyak berada di Kabupaten Tasikmalaya, bukan di Kota Tasikmalaya. Perdagangan di Kota Tasikmalaya masih menjadi andalan, segingga dapat menolong makin meningkatnya angka kemiskinan di kota itu. Subsektor kuliner masih menjadi andalan pertumbuhan perdagangan.

     Kuningan menempati urutan kedua setelah Tasikmalaya. Angka kemiskinan di Kuningan pada triwulan III mencapai 11,41%, berbeda beberapa digit saja dengan angka kemiskinan Kota Tasikmalaya. Selama ini Kuningan mengandalkan sektor pariwisata sebagai pendukung utama pertumbuhan ekonominya. Namun akibat Covid-19, industri pariwisata nyaris lumpuh total. Hotel dan restoran yang tidak petnah sepi pengunjung, selama setahun ini, benar-benar mati suri.  Masyarakat yang mendapat imbas dari arus wisatawan, pada triwulan III 2020, kehilangan mata pencahariannya. Angka kemiskinan melejit hampir menyamai Kota Tasikmalaya.

     Urutan ketiga ditempati Kabupaten Indramayu. Sejak lama ekonomi Indramayu mengandalkan hasil pertanian, terutama padi. Namun masyarakat kecil yang bekerja sebagai buruh tani, tidak dapat hidup  sejahtera dengan mengadalkan pendapatannya dari upah tanam dan kuli derep saja. Pendapatan masyarakat nelayan dan pertambakan garam, masih terlalu kecil dibanding kebutuhan hidup sehari-hari. Para pedagang kecil yang menggantungkan diri pada arus angkutan umum, kini tersapu dengan adanya jalan tol. Jalur Pantura yang dulu sangat terkenal  sebagai jalur perhububungan Jakartra- Jateng-Jatim itu benar-benar “menolong” kehidupan masyarakat di sepanjang jalutr itu, kini hanya dilalui sedikit truk dan sepeda motor yang mendominasi jalan.  Keadaan itu makin parah dengan mewabahnya Covid-19.

    Tingkat kemiskinan paling rendah di jabar ditempati Kota Depok yang hanya 2,07%. Angka kemiskinan terendah kedua dimiliki Kota Bandung yakni 3,38%. Selisihna cukup besar yakni 1,31%.  Dilihat dari segala aspek, kedua kota itu wajar menyandang predikat kota dengan tingkat kemiskinan terendah di Jabar. Kota Depok dihuni sebagian besar para pejabat, selbriti, pedagang besar yang bertempat tinggal di Depok,  pekerjaannya berada di Jakartra. Karena itu mobilitas penduduk kota itu selalu ramai. Pelonggaran PSBB di Jakarta dan Jabar, warga Depok memilili celah masuk-keluar Jakarta.  Hal itu berdampak pada stabilitas perekonomian  di kota yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta itu.

     Kota Bandung, sebagai Ibu Kota Provinsi Jabar meskipun pada masa Covid-19, mobilitas penduduknya masih cukup tinggi. Kota Bandung masih menjadi pasar utama hasil pertanian  semua petani di sekitarnya. Angka kemiskinan meningkat dibanding triwukan II, karena Bandung ditinggalkan para penghunuinya. Pelajar dan mahasiswa yang sebagian besar berasal dari luar kota, pada masa pandemic ini mereka berada di kampung halamannya. Belajar di dan dari rumah. Rumah-rumah kos kosong, angkutan umum hampir tanpa penumpang. Danpaknya para pedagang kecil di pusat-pusat ketramaian dan sekolah atau kampus, hampir mati. Beruntung, pertyanian di sekitar Bandung mengalami masa-masa emasnya. Distribusi ke Kota Bandung yang kemudian berlanjut ke tempat lain di Indonesia, menolong Kota Bandung tidak ikut mati suri. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB
X