Kapan Nelayan Indonesia Gunakan Teknologi Digital ?

photo author
- Selasa, 9 April 2019 | 08:43 WIB

SAMPAI hari ini, nasib para nerlayan belum beranjak dari garis batas kemiskinan. Di Indonesia, apabila betrbicara tentang kemiskinan, para nelatyan selalu menjadi contoh soal. Pendapatan mereka sebagai penangkap ikan, sulit diukur. Kadang dapat ikan kadang tidak sama sekali, teruatama pada saat cuaca tidak menentu. Bagi mereka, anomali cuaca merupakan musibah besar. Akibat badai dan gelombang tinggi mejadi kendala utama, terjadinya masa paceklik yang panjang. Keperkasaan mereka sebagai penakluk lautan luas, tidak mampu lagi melawan angin kencang dan gelombang besar . Pekerjaan sebagai nelayan selalu harus berhadapan dengan musibah dengan hasil yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhir-akhir ini selain beradu nyali dengan gelombang pasang, mereka juga harus berhadapan dengan pesaing yang tidak berimbang.Lautan Indonesia yang sangat luas itu menjadi arena perburuan liar kapal-kapal asing. Mereka de­ngan keberanian luar biasa, mengeruk kekayaan laut Indonesia. Sedangkan nelayan sebagai pemilik sah samudra, tidak dapat berbuat banyak. Kalah keterampilan SDM, kalah teknologi penangkapan ikan, kalah ukuran dan kecanggihan kapal. Tindakan tegas Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pujiastuti berdampak positif bagi perikanan dan kelautan Indonesia. Akan tetapi belum mampu me­ngangkat kehiduoan para nelayan tradisional kita. Hasil tangkapan para nelayan sedikit bertambah, kapal pencuri ikan berkurang meskipun kadang masih ada kapal pencuri ikan yang datang dari negara tetangga. Upaya peningkatan kehidupan para nelayan membutuhkan kerja keras dalam waktu cukup panjang. Salah satu caranya, meningkatkan teknologi penangkapan ikan. Selain kapal nelayan ditingkatkan baik kapasitas dan kecanggihannnya, juga para nelayan dibekali alat komunikasi yang berjaringan. Mereka dapat memantau, jalur-jalur mana saja yang mengandung banyak ikan. Mereka juga dapat langsung berhubungan de­ngan pusat pelelangan ikan. Para nelayan juga melalui TI yang canggih itu dapat melaporkan kepada pe­ngawal laut, bila menemukan kapal pencuri ikan, bajo, dan terjadi fenomena alam yang membahayakan. Sekarang kita (di semua sektor) tidak dapat menafikan teknologi digital, termasuk sektor perikanan. Kementerian Perikanan dan Kelautan, bekerja sama dengan instansi terkait serta institusi pendidikan teknologi, memberikan pelatihan terhadap para nelayan.Diupayakan setiap nelayan akrab dengan teknologi digital Kalau mungkin pemerintah memberikan bantuan berupa alat berbasis teknologi digital. Hal itu sebenarnyua mulai dilaksanakan pemerintah dengan meluncurkan program ”Sejuta Nelayan Berdaulat”. Mereka secara bertahap dimasukkan ke dalam jaringan nelayan. Pemanfaatan sumber daya kelautan dapat ditingkatkan melalui penggunaan teknologi, kata Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan di Jakarta. Serperti dimuat KOMPAS 9/4, Indonesia memiliki kekayaan laut 2,5 triliun dolar AS pertahun. Sekarang baru termanfaatkan 7 persennya saja. Dari 7 persen itu, mungkin hanya 0,2 atau 0,4 persen yang dinikmati para nelayan tradisionmal. Dengan bekal pengetahuan dalam menggunakan teknologi digital, para nelayan diharapkan menjadi penikmat kekayaan laut dalam skala yang lebih besar daripada yang sekarang mereka nikmati.Program Satu Juta Nelayan Berdaulat dilaksanakan guna meningkatkan kesejahteraan nelayan dengan dukungan teknologi informasi. Nelayan akan dilatih dan didampingi dalam menggunakan teknologi informasi sehingga mereka paham benar aplikasi yang ada pada alat (hape) mereka. Kita berhadrap program yang akan mengangkat harkat derajat para nelayan itu dapat segera terlaksana. Bukan sekadar meniupkan angin surga. Para nelayan kita hampir tidak tahan lagi harus terus menerus menderita. Pasti mereka juga bosan tetap tinggal di bawah garis kemiskinan.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB
X