”Cul Dogdog Tinggal Igel:”

photo author
- Rabu, 6 Maret 2019 | 21:30 WIB
OPINI Apa lagi yang Wanita Cari?
OPINI Apa lagi yang Wanita Cari?

    MASIH ingat, di Pasundan ada kesenian rakyat bernama “Reog”? Kesenian yang menggunakan dogdog (salah satu jenis perkusi) sebagai alat tabuhnya. Biasanya terdiri atas empat orang pemain. Masing-masing membawa dogdog yang berurutan dari yang terkecil (dalang), kedua, ketiga, dan keempat dengan dogdog paling besar. Di panggung keempat pemain itu bernyanyi dan ingabojeg (melawak), di bawah koordinasi dalang. Banyak juga reog yang pada pertunjukannya dilengkapi gamelan sebagai pelengkap. Sayang kesenian yang pernah sangat popular sebelum dan sesudah perang, kini nyaris punah.

    Dalam seni reog, dogdog (semacam beduk kecil) memegang peranan sangat penting. Tanpa dogdog kesenian itu tidak dapat disebut reog, beralih menjadi grup lawak. Karena itu, dogdog tidak boleh digantikan dengan alat kesenian lain. Karena dogdog meripakan instruimen utama, dogdog  tidak boleh ditinggalkan, dalam bahasa Sunda diculkeun. Muncullah peribahasa ”Cul dogdog tinggal igel” Para pemainnya meletakkan dogdog kemudian bersama-sama menari. Artinya, pekerjaan atau garapan pokok ditinggalkan untuk mengerjakan yang lain. Sepenting apapun pekerjaan yang bukan pekerjaan pokok itu jangan sampai mengalahkan pekerjaan pokok..

    Dal;am masa kampanye berjangka waktu tujuh bulan, semua orang yang berkepentingan dengan jabatan, baik presiden/wakil prrsiden maupun anggota dewan, menumpahkan segala perhatiannya untuk kampanye. Garapan utamanya hampir terbengkalai. Sebagai rakyat, kita berharap, Presiden yang juga capres,  ”diharuskan berkampanye” tidak lantas hanya terfokus pada kampanye. Garapan utamanya adalah menjalankan undang-undang, mengejar semua target yang sudah ditentukan. Sebagai kepala negara maupun  sebagai kepala pemerintahan, dirinya ditimbuni dengan berbagai garapan yang pasti sangat berat. Rakyat khawatir, akibat harus kampanye, Presiden jadi ”cul dogdog tinggal igel”.

    Masa kampanye yang sangat panjang, para calon, baikpres/wapres maupun para caleg, bisa-bisa kehabisan bahan kampanye. Akhirnya kehilangan fokus, ucapan dan isi kampanyenya menyasar ke mana-mana.  Yang muncul ke permukaan hanyalah bualan, caci maki, hoak, berkata kasar, kehilangan etika, berperilaku aneh., tidak logis, dan sebagainya yang daoat digolongkan kepada gejala sakit jiwa. Paling tidak, perilaku seperti itu dapat mendorong seseorang menderita alzaimer. Kelak ketika mereka kalah, diduga mereka tidak mau menerima kenyataan bahkan menolak ketentuan Tuhan. Hal itu aian berdampak pada makin menurunnya keimanan.

     Gejala itu  bisa saja berjangkit pada para caleg dan kelompok pendukung capres/cawaprers. Banyak caleg yang tidak melakukan penelitian sebelum mencalonkan diri. Hasil penelitian itu dapat digunakan sebagai parameter pencalonan. Apakah akan maju atau batal. Banyak calon yang overkonfiden, percaya diri yang berlebihan, tidak mengukur kekuatan dirinya dan penermimaan calon pemilih. Apakah penampilan, kehadiran di tengah masyarakat, gagasan-gagasannya, dan sikap hidup di hadapan masyarakat di sekitarnya, berterima atau justru mendapat tentangan.

     Meskipun seseoranmg punya gagasan luar biasa, disusun berdasarkan studi kepustakaan yang luas, belum tentu ia diterima oleh masyarakat.  Mengapa masyarakat di lingkungannya malah bersikap nyinyir atau sinis terhadapnya? Bukan karena gagasan, inteklektualitas, kekayaannya tetapi yang langsung terlihat masyuarakat adalah sikap hidupnya. Perilaku seseorang sangat berpengaruih terhadap penilaian masyarakat. Secara psikologis, ada orang yang dicintai banyak orang meskipun ia tidak menggebu-gebu menyampaikan gagasannya. Ada orang yang diterima secara iklas oleh masyarakat meski belum lama berrgaul. Bagi masyarakat, orang itu patut jadi pemimpin, segala ide dan gagasannya didukung orang banyak.

    Apabila seseorang  dapat mengukur kekuatan dirinya, bukan didorong emosi dan haus kekuasaan, dalam kampanye juga akan betrsikap rendah hati, tolerans, menghargai pendapat dan kinerja orang lain, santun, dan tidak neko-neko. Ia juga akan tetap menggarap semua pekerjaan yang sudah menjadi rencana kerjanya. Tetapi tidak berarti tidak serius.  Ia tidak akan “cul dogdog tinggal igel” ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB
X