Oleh: Ummu Fahhala, S. Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Bisnisbandung.com - Malam itu Andi duduk di teras rumah kontrakannya yang sempit. Matanya menerawang ke langit. Di tangannya ada map lusuh berisi puluhan surat lamaran kerja yang tak kunjung mendapat balasan.
“Aku sudah coba semua, job fair, daftar online, bahkan ikut tes berulang kali… tapi tetap saja gagal,” gumamnya lirih.
Ibunya keluar membawa segelas teh hangat. Ia duduk di samping Andi, lalu menatap anaknya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Ndik, Ibu tidak marah kamu belum dapat kerja. Tapi Ibu sedih melihat kamu terus berjuang sendiri,” katanya dengan suara bergetar.
Andi menarik napas panjang. “Bu, teman-temanku juga banyak yang sama. Ada yang sudah sarjana, ada yang lulusan vokasi. Katanya gampang cari kerja, tapi kenyataannya… mereka juga menganggur.”
Baca Juga: Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa
Cerita Andi bukanlah kisah tunggal. Jutaan anak muda di berbagai belahan dunia mengalami nasib serupa. Salah satu media internasional pada 29 Agustus 2025 melaporkan, pengangguran naik di Inggris, Prancis, Amerika Serikat, hingga Cina. Bahkan muncul fenomena pura-pura bekerja atau bekerja tanpa digaji hanya demi dianggap punya pekerjaan.
Di Indonesia, meski angka pengangguran secara nasional menurun, faktanya separuh pengangguran adalah anak muda. Laporan Celios 2024 menegaskan, ketimpangan kekayaan semakin tajam: kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan 50 juta orang miskin.
Andi hanyalah wajah kecil dari realitas besar yang mengoyak generasi.
Keesokan harinya, Andi bertemu temannya, Raka, di sebuah warung kopi sederhana. Mereka berbincang sambil memandang poster job fair yang tertempel di dinding.
“Raka, kamu sudah coba daftar kerja lagi?” tanya Andi.