“Inilah yang dipersoalkan. Ada kekhawatiran merendahkan sakralitas Merah Putih. Karena itu mestinya diperjelas: boleh atau tidak mengibarkan bendera lain di tiang yang sama atau bersisian?” katanya.
Menurut Adi, perlu kejelasan hukum soal tata cara pengibaran bendera nasional bersamaan dengan simbol lainnya.
“Kalau tidak boleh ya sampaikan secara terbuka. Jangan menimbulkan tafsir liar yang bisa berujung kriminalisasi,” ujarnya.
Adi juga menilai bahwa perdebatan ini terlalu terjebak pada simbol bukan substansi kritiknya.
Ia mengatakan pengibaran bendera One Piece hanyalah ‘pancingan’ untuk menyampaikan keluhan sosial yang belum tertangani.
“Ini bukan sekadar hore-hore. Ini masukan, ini feedback. Mestinya dijawab dengan perbaikan bukan dengan ancaman hukum,” tutur Adi.
Ia pun menegaskan bahwa ekspresi anak-anak muda harus dipandang sebagai bagian dari cinta pada Indonesia.
Baca Juga: Putar Kicau Burung di Kafe Biar Bebas Royalti? Ketua LMKN: Tetap Harus Bayar, Itu Juga Lagu!
“Mereka mengkritik karena peduli. Mereka ingin Indonesia lebih baik. Jangan dimusuhi,” ujarnya.
Adi juga mengklarifikasi bahwa polemik ini sebenarnya lebih ramai di media sosial ketimbang di dunia nyata.
“Saya sudah keliling ke Jatim, Jabar, Banten, dan Jakarta. Enggak nemu tuh bendera One Piece berkibar di mana-mana. Mungkin ada, tapi enggak masif,” ucapnya.
Ia menilai viralnya bendera ini di medsos merupakan ekspresi simbolik dari kelompok menengah yang sadar politik bukan gerakan terorganisir.
Menutup pernyataannya, Adi Prayitno mengajak publik untuk tetap kritis namun santun dalam menyampaikan aspirasi.
Baca Juga: Ade Armando Soroti Kesakralan Bendera, Indonesia Tak Sebebas Amerika dalam Ekspresi Simbolik