bisnisbandung.com - Penanganan kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya Daru menjadi sorotan.
Mantan Kabareskrim Polri sekaligus mantan Duta Besar RI untuk Myanmar, Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi, menyampaikan analisis kritis terhadap proses penyelidikan yang dinilainya menyisakan sejumlah kejanggalan, khususnya dalam tahap awal penanganan tempat kejadian perkara (TKP).
Menurut pandangan Ito Sumardi, keputusan untuk melakukan olah TKP secara berulang menunjukkan adanya kemungkinan kesalahan fatal pada tahap awal penyelidikan.
“Kenapa harus olah TKP dilakukan berulang-ulang Dua kali? Berarti ada olah TKP yang tidak sempurna. Sementara untuk mengungkap kasus itu adalah sangat ditentukan dari olah TKP awal, ya kita tahu,” jelasnya dilansir dari youtube tvonenews.
Baca Juga: Data Digital Perlu Ditelusuri, Kepemilikan Lakban Bisa Jadi Kunci Soal Kematian Diplomat Arya Daru
Dalam pengalaman kepolisian, akurasi olah TKP awal sangat krusial, karena menjadi fondasi dari seluruh proses investigasi berikutnya.
Jika olah TKP pertama dilakukan secara tidak menyeluruh, maka rekonstruksi maupun analisis lanjutan akan menghadapi kesulitan dalam mengungkap fakta sebenarnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya pelacakan data komunikasi korban, seperti aktivitas panggilan masuk dan keluar pada ponsel.
Dalam berbagai kasus sebelumnya, pelacakan riwayat komunikasi menjadi langkah standar untuk memetakan interaksi terakhir korban. Ia berharap proses ini telah dilakukan secara maksimal dalam kasus Arya Daru.
Baca Juga: Kejanggalan Terlihat di CCTV, Ahli Forensik Digital Tunjukkan Sosok Mencurigakan di Kasus Arya Daru
Dalam hal penanganan jenazah, Ito juga menilai bahwa tindakan ekshumasi yang masih dipertimbangkan menunjukkan potensi kelemahan pada proses otopsi awal. Ia menekankan bahwa visum luar tidak cukup untuk mengungkap penyebab pasti kematian.
Otopsi lengkap yang mencakup pemeriksaan internal tubuh mutlak diperlukan, terutama ketika jenazah ditemukan dalam kondisi mencurigakan seperti dililit lakban.
Ia mengaitkan hal ini dengan beberapa kasus terdahulu seperti kasus Vina di Cirebon dan Brigadir Nurhadi di Lombok, di mana otopsi kedua berhasil mengungkap fakta baru yang sebelumnya terlewat.
Baca Juga: Politik Gorong-Gorong Dipelihara! Janji Kampanye Hebat, Adi Prayitno: Realisasinya Menyedihkan