bisnisbandung.com - Rencana transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat menuai sorotan dari pakar kebijakan digital.
Wahyudi Djafar, Direktur Eksekutif Catalyst Policy-Works, menilai perjanjian dagang Indonesia-AS berisiko melemahkan perlindungan hak privasi warga karena dilakukan tanpa landasan hukum yang memadai, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Sementara kan pemerintah hanya mengatakan bahwa transfer akan dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai hukum,” lugasnya dilansir dari youtube satu visi utama.
Baca Juga: Pemerintah Perlu Hati-Hati, Kasus Satria Arta Kumbara Dinilai Sebagai Isu Serius Keamanan Nasional
“Apa yang dimaksud dengan “bertanggung jawab” itu? Ketika kemudian infrastruktur untuk bisa memastikan transfer yang bertanggung jawab di Indonesia sendiri itu juga belum tersedia dengan baik, gitu kan,” sambungnya.
Menurut Wahyudi, pernyataan pemerintah yang menyebut transfer tersebut hanya mencakup data komersial tidak sejalan dengan isi dokumen resmi perjanjian yang justru menyebutkan "personal data".
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang pemahaman dan komitmen pemerintah dalam menjaga hak fundamental warga atas data pribadi.
Baca Juga: Pengamat Militer Tanggapi Kasus Satria Arta Kumbara: Status WNI Tak Bisa Gugur Otomatis
Wahyudi menekankan bahwa data pribadi tidak bisa disamakan dengan komoditas atau properti karena melekat erat pada identitas dan kehidupan individu.
Oleh karena itu, perlindungannya tidak bisa diatur semata dalam kerangka perdagangan, tetapi harus tunduk pada prinsip dan hukum perlindungan data pribadi yang ketat.
Ia juga menyoroti belum adanya otoritas perlindungan data yang independen di Indonesia, yang seharusnya bertugas menilai kesetaraan hukum data di negara mitra sebelum transfer data lintas batas dilakukan.
Ketidakhadiran lembaga ini membuat Indonesia belum memenuhi syarat dasar dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Sementara itu, Wahyudi juga mencermati bahwa Amerika Serikat tidak memiliki undang-undang perlindungan data menyeluruh di tingkat federal.
Meski beberapa negara bagian seperti California telah memiliki regulasi kuat, ketidakmerataan perlindungan di seluruh wilayah AS menimbulkan ketidakpastian hukum bagi data warga Indonesia yang ditransfer ke sana.
Artikel Terkait
Mewanti-Wanti Krisis Tersembunyi, Celios Hitung Bahaya Kebijakan Tarif Tinggi AS
Tarif Impor AS 19% Bawa Ancaman ke Sektor Energi dan Pangan, CELIOS Ungkap Dampak Buruk
Indonesia Berisiko Terpuruk di Perdagangan Global, Produk AS akan Banjiri Pasar Nasional
Tarif Impor 0% untuk AS Dinilai Sebagai Penjajahan Gaya Baru, Sorotan Alifurrahman
Data Pribadi Dijadikan Komoditas dalam Negosiasi Tarif Impor AS, Pengamat: Undang-Undang Tidak Melarang
Badan Perlindungan Data Belum Ada di Indonesia, Transfer Data ke AS Berisiko Bocor