Bisnisbandung.com - Isu mengenai kemungkinan data pribadi warga Indonesia dijadikan bagian dari kesepakatan dalam negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat memicu perhatian publik.
Informasi tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menurunkan tarif impor dari 32% menjadi 19%, dan sebagai salah satu poin kesepakatan, data pribadi masyarakat Indonesia akan dikelola oleh pihak Amerika Serikat.
Wahyudi Djafar, Direktur Eksekutif Catalyst Policy-Works (CPW), memberikan tanggapan kritis terhadap isu ini.
Baca Juga: Bukan 19-0, Qodari: Ini Fakta Kemenangan Prabowo dalam Perang Tarif dengan Trump!
Ia dalam wawancara di youtube Liputan6 menyoroti pentingnya memperhatikan batasan dalam transfer data lintas negara yang telah diatur dalam berbagai regulasi di Indonesia.
“Meskipun sekali lagi, Undang-Undang di Indonesia sebenarnya tidak melarang transfer atau pertukaran data dari Indonesia ke negara lain, termasuk Amerika Serikat,” ungkapnya.
Menurutnya, meskipun Indonesia menganut prinsip arus data bebas dengan syarat (data free flow with conditions), ada sejumlah larangan, termasuk terkait data publik yang dikelola oleh pemerintah maupun data pribadi yang tidak dapat sembarangan ditransfer ke luar negeri.
Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah menetapkan syarat tertentu untuk melakukan transfer data lintas negara.
Baca Juga: Pemilihan Ketua Umum Mirip Sepak Bola Gajah! Adi Prayitno Bongkar Konflik Panas PDIP dan PSI
“Tinggal bagaimana pemerintah Indonesia bisa memastikan adanya perlindungan yang memadai terhadap data pribadi warga negaranya,” jelasnya.
Selain itu, peraturan sektoral seperti Undang-Undang Kesehatan juga memiliki ketentuan khusus terkait data kesehatan, yang termasuk kategori data sensitif.
Wahyudi mempertanyakan apakah dalam proses negosiasi tersebut pemerintah telah benar-benar mempertimbangkan ketentuan dalam UU PDP dan regulasi lainnya.
Ia menegaskan bahwa perjanjian internasional terkait transfer data tidak bisa diberlakukan begitu saja tanpa mengevaluasi apakah sistem perlindungan data di negara tujuan dalam hal ini Amerika Serikat telah setara atau melebihi standar yang berlaku di Indonesia.
Baca Juga: Black Hole Jokowi, Sudirman Said: KPK Dilumpuhkan, Nepotisme Merajalela!