bisnisbandung.com - Pertumbuhan gig economy di Indonesia menunjukkan tren signifikan, terutama dalam penyerapan tenaga kerja.
Meski kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih tergolong kecil, sekitar 1–2%, sektor ini menyerap 20–25% dari total angkatan kerja. Fakta ini menegaskan peran penting gig economy sebagai bantalan sosial dalam perekonomian Indonesia.
Secara global, negara seperti Amerika Serikat dan China bahkan telah melihat kontribusi gig economy dalam angka yang jauh lebih besar.
Di AS, sektor ini menyumbang hingga 6% dari PDB, sementara di China mencapai 10%. Meski skalanya berbeda, pola yang terlihat serupa: sektor ini menjadi alternatif krusial ketika sektor formal tidak mampu menyerap tenaga kerja secara optimal.
Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, menilai bahwa gig economy membawa dampak positif yang tidak bisa diabaikan.
“Jadi kalau kita tidak berhati-hati, kita buru-buru melakukan regulasi yang kemudian mengurangi peran dari sektor informal dalam menyediakan lapangan kerja, bahaya sekali,” ungkapnya dilansir dari youtube Metro TV.
Kehadirannya menjadi solusi di tengah naiknya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor.
Baca Juga: Dunia di Ambang Katastrofi, Rocky Gerung Serukan Saatnya Indonesia Menghidupkan Nalar Non-Blok
Pekerjaan berbasis platform ini menjadi ruang transisi bagi mereka yang terdampak kondisi ekonomi atau tidak memiliki akses ke pekerjaan formal.
Namun, wacana intervensi negara melalui regulasi formal terhadap gig economy menuai peringatan.
Piter menggarisbawahi pentingnya kehati-hatian dalam menyusun kebijakan agar tidak mengganggu fungsi vital sektor ini sebagai penopang lapangan kerja.
Baca Juga: Timur Tengah dalam Cengkeraman Barat! Abu Janda Ungkap Iran Tidak akan Tutup Selat Hormuz
“Dan saya sangat sependapat dengan Pak Bob tadi, kita sangat harus berhati-hati karena kita tahu bahwasanya sektor informal itu memegang peranan yang sangat besar, terutama di dalam menyerap angkatan kerja,” tegasnya.