bisnis

‘Gig Economy’ Tumbuh Pesat, Inovasi Digital atau Jeratan Ketidakpastian? Sorotan Direktur Eksekutif CSIS

Rabu, 25 Juni 2025 | 19:00 WIB
Yose Rizal Damuri, Direktur Eksekutif CSIS (Tangkap layar youtube Metro TV)

bisnisbandung.com - Fenomena gig economy semakin meluas seiring perkembangan teknologi digital yang mempermudah terciptanya lapangan kerja berbasis platform.

Namun, di balik fleksibilitas yang ditawarkan, para pakar menyoroti bahwa sistem kerja ini menyimpan sejumlah tantangan serius, terutama terkait ketidakpastian pendapatan dan lemahnya perlindungan tenaga kerja.

Gig economy mengacu pada ekosistem kerja yang didominasi oleh pekerja lepas atau independen yang mengandalkan platform digital sebagai penghubung antara penyedia jasa dan pengguna.

Contoh paling umum dari pekerja dalam sektor ini meliputi pengemudi ojek online, kurir, freelancer desain, hingga pekerja digital lainnya yang tidak memiliki hubungan kerja tetap.

Baca Juga: Rocky Gerung Bongkar: 90% Ijazah Jokowi Diduga Palsu dari Pasar Pramuka!

Yose Rizal Damuri, Direktur Eksekutif CSIS, menjelaskan bahwa gig economy pada dasarnya merupakan bentuk baru dari pekerjaan informal yang kini terfasilitasi oleh teknologi digital.

“Karena sebenarnya gig worker ini pada prinsipnya adalah pekerja mandiri, pekerja informal, tetapi yang difasilitasi oleh digitalisasi platform, misalnya. Nah, dan sering sekali mereka disebut seperti gig economy,” terangnya dilansir dari youtube Metro TV.

Meskipun ada sebagian kecil pekerja yang mampu memperoleh pendapatan cukup tinggi melalui skema ini, mayoritas dari mereka justru menghadapi kondisi yang rapuh secara ekonomi.

Baca Juga: Pekerja Nggak Dapat BSU Padahal Gaji Kecil? Ini Kata Kemnaker

Pendapatan yang fluktuatif, ketiadaan jaminan sosial, dan minimnya perlindungan hukum menjadi karakteristik utama dari tantangan ini.

Menurut Yose, istilah gig economy kerap memberikan kesan modern dan positif, sehingga sering kali menutupi kenyataan bahwa banyak pekerja dalam sistem ini sebenarnya masih tergolong sebagai tenaga kerja informal.

“Tetapi sebagian besar, atau part yang besar dari gig economy atau gig workers tadi, sebenarnya pihak atau pekerja-pekerja yang mendapatkan pendapatan lebih rendah, pendapatannya tidak menentu, dan juga tidak mendapatkan perlindungan yang mencukupi dibandingkan pekerja formal,” jelasnya.

Mereka tetap menghadapi masalah-masalah klasik seperti ketidakpastian pendapatan dan ketiadaan perlindungan kerja masalah yang sejak lama menjadi perhatian dalam dunia ketenagakerjaan informal.

Baca Juga: Eropa Paling Terancam Krisis Energi jika Iran Tutup Selat Hormuz, Pengamat Ingatkan Risiko Global

Halaman:

Tags

Terkini