MULAI Sabtu kemarin, Pertamina resmi menaikkan harga tiga jenis BBM. Harga baru itu berlaku bagi BBM nonsubsisi. Ketiga jenis BBM itu yakni Pertamax Turbo dari Rp 12.000/liter menjadi Rp 13.500. Pertamina Dex dari 11.150 menjadi Rp 13.200, dan Dexilite dari Rp 9.500 menjadi Rp12.150. Harga tersebut hanya berlaku di wilayah P. Jawa. Sedangkan di daerah lain, di luar Jawa, harga BBM bervariasi. Beberap;a rupiah lebih tinggi dibanding harga di DKI Jakarta dan provinsi lain di P.Jawa.
Pertamina menjelaskan kenaikan harga sebagian jenis BBM itu akibat memanasnya harga minyak ICP dunia. Mulai Januari 2022 harga minyak dunia naik 17% menjadi 85 USD/barrel. Namun pemerintah bertahan pada harga lama bagi bebertapa jenis BBM . Harga Pertamax tetap Rp9.000- Rp9.400/liter. Premium Rp 6.500/liter. Pertalite Rp7.600-Rp8.000/liter. Solar Biodiesel Rp5.150.
Setiap kali terjadi kenaikan harga barang kebutuhan pokok,seperti BBM, selalu menimbulkan kegelisahan masyarakat. Benar yang harganya naik itu hanya 3 jenis BBM. Itupun bukan jenis BBM yang banyak digunakan masyarakat. Premiuum, Petralite, dan Diesel Biodiesel tidak naik. Masyarakat tetap saja merasa khawatir kenaikan harga BBM itu akan secarta otomatis diikuiti kenaikan harga barang lain, termasuk harga sembilan bahan pokok. Apalagi bulan Puasa tinggal satu bulan lagi.
Pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi belum tampak. Kenaikan harga-harga kebutuhn pokok masih dapat dikendalikan kecuali harga minyak goreng. Kendaraan umum dan angkutan distribusi barang, tidak pernah menggunakan BBM jenis Pertamax Turbo, Pertamina Dex. Dan Dexilite. BBM itu biasa digunakan mobil-mobil mewah. Dikhawatirkan para pemilik kendaraan mewah akan lari ke BBM jenis murah. Tetapi tentu saja risikonya sangat besar.
Diharapkan, arus barang, industri, dan perdagangan tidak mengalami skhok akibat kenaikan harhga BBM. Distribusi barang dan pasokan komoditas ke pasar jangan sampai terkendala kenaikan harga sebagian jenis BBM.
Bagaimana di Jawa Barat?
Pertumbuna ekonomi Jabar pada triwulan III 2021 mengalami penurunan dibanding pada triwulan II. Dari 6,17% tinggal 3,43%. Penurunan itu terjadi akibat pemberlakuan PPKM Darurat. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Jabar masih berada di atas provinsi lain seprti DKI Jakarta, Jateng, dan Jatim. Justru Provinsi Banten menempati urutan teratas yakni 4,67%. Bahkan pada kuartal II 2021, Banten mengalami pertumbuhan sampai 8,95%. Pada tahun 2022 ini pertumbuhan ekonomi Jabar diprediksi akan lebih baik. Kenaikan harga sebagian jenis BBM tidak akan berpengaruh. Namun justru serangan pandemi covid gelombang tiga akan berdampak cukup besar.
Destinasi wisata di beberapa daerah di Jabar mulai ditutup. Arus wisata yang tampak mulai menggeliat akhir dan awal tahun, sejak Februari 2022 tertekan lagi. Hal itu berpengaruh pula pada sektor transportasi, perhotelan, kinerja UMKM, dan sektor industri lain. Namun perdagangan akan terpacu denga tibanya bulan Puasa dan Idulfitri. Musim marema sudah dekat.***