opini

BPJS KESEHATAN, MASIH SEHATKAH ENGKAU?

Rabu, 27 Maret 2019 | 07:34 WIB
BPJS

BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dengan program bernama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Lewat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 1968, Pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan penerima pensiun beserta keluarganya Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 Tahun 1984.

BPDPK berubah status menjadi BUMN yaitu Perum Husada Bhakti (PHB), yang melayani jaminan kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan, dan anggota keluarganya.

Pada tahun 2011, pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), serta menunjuk PT Askes (Persero) sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan, sehingga PT Askes (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan. BPJS resmi beroperasi pada Januari 2014 sebagai transformasi dari PT Askes (Persero).

Tujuan dibentuknya BPJS Kesehatan dengan program Universal Health Coverage (UHC) yaitu sistem kesehatan yang memastikan setiap warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan. Program  itu meliputi pelayanan  promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative bermutu dengan biaya terjangkau untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh jaminan kesehatan yang komprehensif, adil, dan merata.

Namun seiring berjalan waktu berbagai permasalahan dialami oleh BPJS Kesehatan dalam operasional kerjanya. Permasalahan muncul antara lain akibat rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai alur dan birokrasi penggunaan asuransi BPJS Kesehatan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terutama dalam hal rujukan tingkat satu pelayanan kesehatan.

Di samping itu, premi yang ditetapkan pada tiap kelas terlalu rendah. Menurut perhitungan aktuaria Dewan Jaminan Sosial Negara (DJSN) premi penerima bantuan iuran (PBI) idealnya Rp36.000 perbulan. Peserta bukan penerima upah (PBPU) untuk kelas I mencapai Rp 80 ribu, kelas II Rp63.000 dan kelas III Rp53.000 per bulan.

Banyaknya tunggakan pembayaran premi dari peserta non-PBI. Sistem klaim dari rumah sakit yang menggunakan aplikasi Indonesia Case Base Groups (Ina-CBGs), membuka celah rumah sakit untuk melakukan kecurangan (fraud). Rumah sakit dapat mengklaim dana BPJS Kesehatan yang lebih besar dari sebenarnya. Munculnya moral hazard. Rendahnya premi yang ditetapkan oleh pihak BPJS Kesehatan membuat masyarakat cenderung semakin sering menggunakan BPJS Kesehatan.

Kondisi tersebut memperbanyak jumlah klaim perusahaan dan berimbas pada defisit anggaran BPJS. Defisit keuangan BPJS pada tahun 2014 sebesar Rp3.3 triliun. Keadaan tersebut naik pada 2015 menjadi Rp5.7 triliun.

Defisit pada BPJS semakin parah pada 2016 sebesar Rp9.7 triliun. Pada 2017 tidak berbeda jauh sebesar Rp9.8 triliun. Pada 2018 mulai terjadi penurunan menjadi Rp8.02 triliun (Defisit Juli 2018 diambil dari dana cadangan APBN).

Pada 1 Januari 2014 saat peresmian BPJS dibentuk, target kepersertaan BPJS itu mencapai 95 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk mencapai 261.590.794 orang. Sedangkan peserta BPJS mencapai 215.784.340 peserta atau 82,49 persen. Masih ada 45.806.454 orang ata 17,51 persen yang tercatat belum menjadi anggota. Jumlah peserta BPJS Kesehatan terbesar merupakan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) yang dibiayai oleh anggaran APBN, yakni mencapai 92,27 juta jiwa atau sekitar 46,92 persen.

Kemudian peserta dari Pekerja Penerima Upah (PPU) swasta 27,92 juta jiwa dan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) 27,65 juta jiwa. Secara akumulasi, sejak 2014-akhir 2018, dana talangan yang diberikan pemerintah kepada BPJS Kesehatan mencapai Rp26.4triliun.

     Dengan berbagai permasalahan yang terjadi pada BPJS terdapat alternatif solusi untuk mengatasinya dengan meningkatkan beban iuran bagi peserta BPJS Kesehatan non-PBI. Meningkatkan wawasan masyarakat mengenai alur birokrasi BPJS Kesehatan dengan memanfaatkan berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Hal ini dilakukan guna mengatasi masalah rendahnya pengetahuan masyarakat tentang alur birokrasi BPJS Kesehatan. Penetapan sanksi tegas terhadap peserta BPJS Kesehatan non PBI yang menunggak pembayaran premi perbulannya merupakan hal yang dapat diterapkan oleh pemerintah. Ditunjang dengan perbaikan sistem manajemen dan pengawasan untuk mengatasi moral hazard peserta BPJS Kesehatan dan kecurangan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.

Cukai rokok dipastikan menjadi salah satu alternatif pemerintah sebagai solusi untuk mengurangi defisit keuangan BPJS Kesehatan. Langkah menggunakan cukai rokok merupakan salah satu langkah yang diambil pemerintah. Sebelum menggunakan cukai rokok, untuk menambal defisit BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur daerah yang masih mempunyai tunggakan dana BPJS Kesehatan akan dipotong dari dana transfer dan Dana Alokasi Umum (DAU). Kemenkeu juga merilis PMK Nomor 222/2017 tentang penggunaan Bagi Hasil Cukai (BHC).

     Salah satu negara yang menjadi acuan tata kelola asuransi kesehatan terbaik yaitu Swis. Menurut majalah Forbes, 99.5 persen warga Swiss memiliki asuransi kesehatan yang disubsidi pemerintah bagi mereka yang tidak dapat mengakses asuransi kesehatanswasta. Studi Harvard mengidentifikasi bahwa pemerintah Swiss mengeluarkan dana11.4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk kesehatan. ***

Halaman:

Tags

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB