opini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB
Ilustrasi pembelajaran digital (unsplash/@microsoftedge)

Oleh : Lilis Suryani (Guru dan Pegiat Literasi)

Bisnisbandung.com - Program SMK Go Global yang diinisiasi Kemenko Pemberdayaan Masyarakat menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi model pendidikan vokasi berstandar internasional. Dengan 2.098 SMK dan lebih dari 1,02 juta siswa, Jabar memang tampak siap menjadi “kantong besar” tenaga kerja terampil, bahkan sekaligus penyumbang pekerja migran terbesar kedua di Indonesia. Namun pertanyaannya, benarkah arah pendidikan kita hari ini sudah tepat? Ataukah justru terjadi salah kaprah dalam memandang hakikat pendidikan itu sendiri?

Pendidikan yang Direduksi Menjadi Pabrik Tenaga Kerja

Realitas hari ini menunjukkan bahwa pendidikan lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Lulusan dipacu untuk siap terjun ke industri, bukan untuk menjadi pribadi merdeka yang mampu memimpin perubahan masyarakat. Inilah titik salah kaprah terbesar: output pendidikan direduksi sebatas alat pemenuh kebutuhan pasar, bukan sebagai proses pembentukan manusia yang utuh, berkarakter, dan berkontribusi bagi peradaban.

Lebih ironis lagi, fakta menunjukkan bahwa pendidikan vokasi tidak otomatis mampu menyerap tenaga kerja. Tingkat pengangguran terdidik di Jawa Barat masih tinggi, meski jumlah SMK begitu banyak. Ini terjadi karena industri tidak dijalankan sepenuhnya oleh negara, sehingga kebutuhan tenaga kerja ditentukan oleh pasar dan modal, bukan oleh perencanaan negara untuk kemaslahatan rakyat.

Ketidaksesuaian antara jurusan dan lapangan kerja juga semakin memperjelas masalah. Banyak lulusan pertanian menjadi sopir ojol, lulusan kependidikan bekerja sebagai buruh kasar, dan lulusan teknik terpaksa bekerja di sektor yang sama sekali tidak relevan. Ini menunjukkan ada yang sangat keliru dalam sistem pendidikan yang hanya mengejar “link and match”, tanpa memikirkan keberlanjutan lapangan pekerjaan itu sendiri.

Baca Juga: Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Pendidikan Vokasi dalam Frame Kapitalisme

Tujuan pendidikan vokasi saat ini sangat jelas: memenuhi kebutuhan dunia usaha dan industri. Konsep “link and match” mendorong sekolah-sekolah menyesuaikan diri dengan keinginan korporasi. Pada akhirnya, pendidikan menjadi pabrik penghasil tenaga kerja murah bagi kapitalisme global.

Paling memprihatinkan, anak bangsa justru disiapkan untuk menjadi roda penggerak ekonomi kapitalis—baik di dalam negeri maupun sebagai pekerja migran di luar negeri. Padahal, pendidikan seharusnya membentuk individu terampil yang bermanfaat bagi masyarakat luas, dengan keilmuan yang dilandasi keimanan dan pemahaman agama yang kuat.
Vokasi hari ini telah membajak potensi generasi. Bukannya melahirkan ahli terapan yang berkontribusi pada kemajuan bangsa, justru mencetak buruh terampil yang bekerja mengikuti arah pasar global.

Indonesia Emas 2045: Mungkinkah Terwujud?

Indonesia memasang visi besar menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045. Namun visi ini sulit terwujud selama kapitalisme masih menjadi paradigma dalam sistem pendidikan. Kapitalisme mengukur kualitas SDM dari aspek materi—terampil kerja, mandiri secara finansial, dan cerdas akademik. Aspek karakter, kepribadian, dan visi peradaban nyaris tak diperhitungkan.

Generasi emas tidak akan muncul hanya dengan memperkuat pendidikan vokasi. Sebab generasi unggul membutuhkan suprasistem yang sinergis, bukan sebatas kurikulum teknis. Mereka membutuhkan sistem pendidikan yang menyatukan aspek keilmuan, karakter, kepemimpinan, serta visi perubahan bagi umat manusia. Dalam hal ini, pendidikan Islam menawarkan kerangka yang jauh lebih utuh.

Baca Juga: Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Halaman:

Tags

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB