“Yang dipakai Bank Dunia hanya mengubah garis kemiskinan bukan menambah jumlah penduduk miskin. Datanya tetap dari BPS juga,” ungkap Awalil.
Awalil menekankan bahwa ini bukan sekadar debat angka tapi soal ketepatan kebijakan.
Jika ukuran kemiskinan keliru maka kebijakan penanggulangannya pun bisa meleset sasaran.
“Ukuran kemiskinan itu harus mencerminkan kebutuhan hidup layak masyarakat. Kalau ukurannya terlalu rendah rakyat terlihat sejahtera padahal hidupnya masih serba kekurangan,” ujarnya.
Baca Juga: Gaya Komunikasi Santai Prabowo Dinilai Efektif, Tapi Bisa Tumpulkan Kritik Substantif
Sebagai penutup Awalil menegaskan bahwa data lokal dan global sama-sama penting.
Namun Indonesia tidak bisa terus menerus memakai metodologi lawas untuk tantangan sosial ekonomi yang terus berkembang.
“Sudah waktunya BPS berbenah. Jangan tunggu krisis baru sadar bahwa rakyat sebenarnya lebih miskin dari yang terlihat di statistik,” tutupnya.***