bisnisbandung.com - Ekonom Ichsanuddin Noorsy menilai bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini menghadapi persoalan serius yang tidak dapat diatasi dengan pendekatan biasa.
Menurutnya, krisis yang tengah berlangsung bersifat struktural dan fundamental, sehingga diperlukan perubahan radikal, bukan sekadar business as usual.
Situasi global saat ini digambarkan sebagai bentuk perang hibrida yang memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk ekonomi nasional.
Baca Juga: Sri Mulyani Calon Presiden RI 2029-2034? Ikrar Nusa Bhakti: Rekam Jejaknya Layak Jadi Pemimpin
“Maka ketika dihadapi dengan business as usual, biasa-biasa saja, dia tidak akan menyelesaikan masalah. Nah, itu kalau kita mau ambil ke situ,” ungkapnya dilansir dari youtube Official iNews.
Dalam kondisi seperti ini, kebijakan fiskal dan moneter yang dijalankan pemerintah dinilai belum mampu menghadirkan stabilitas maupun rasa keadilan.
Noorsy menyoroti kebijakan fiskal yang justru membebani masyarakat, seperti kenaikan pajak serta penurunan transfer ke daerah yang berdampak pada sektor riil, termasuk hotel dan restoran.
Baca Juga: Ade Armando Bongkar Alasan Sri Mulyani Tinggalkan Kursi Menteri Keuangan
Ia menilai hal tersebut sebagai bentuk salah alokasi anggaran yang memperburuk ketahanan ekonomi lokal.
“Perbaiki dulu model berpikir moneternya. Baru bicara ekonomi sosialnya. Karena dampak dari fiskal dan moneter itu adalah seperti yang kita bahas ini sekarang. Baru kita masuk ke dalam sistem politik. Berdampingan dia mikirnya mestinya begitu,” terangnya.
Selain itu, ia menekankan bahwa efisiensi investasi di Indonesia masih rendah. Laporan Bank Indonesia menunjukkan incremental capital output ratio (ICOR) berada di kisaran 6,2 hingga 6,5, angka yang mencerminkan ketidakefisienan.
Kondisi ini sejalan dengan temuan Bank Dunia yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak memberikan hasil optimal dalam mengurangi kemiskinan, pengangguran, maupun meningkatkan daya beli masyarakat.
Dalam jangka panjang, kesalahan struktural ini berujung pada deindustrialisasi dini, melemahnya sektor produksi, serta menurunnya daya saing nasional.
Baca Juga: Praktisi Diplomasi Ungkap Kerentanan Diplomat di Tengah Konflik dan Kejahatan Terorganisir
Sementara itu, target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai sulit tercapai jika kebijakan yang diambil hanya melanjutkan pola lama tanpa perubahan mendasar.
Artikel Terkait
Luhut Binsar Pandjaitan Puji Purbaya: Bisa Ringankan Beban Presiden Prabowo
Prabowo Tolak Tarik TNI dari Pengamanan Sipil: Terorisme dan Kerusuhan Ancaman Nyata
Prabowo Panggil Menkeu Purbaya, Isyarat Perubahan Besar di APBN?
Celios Sebut Kekayaan Menteri Era Prabowo Naik 50%, Ketimpangan Makin Melebar
Pasca Gejolak Agustus, Pengamat Politik Soroti Perubahan di Pemerintahan Prabowo