bisniabdnung.com - Isu rangkap jabatan yang melibatkan sejumlah wakil menteri sebagai komisaris BUMN terus menuai reaksi dari publik dan kalangan pengamat.
Meskipun secara aturan tidak melanggar hukum, langkah ini dinilai menimbulkan ketidakpekaan terhadap situasi sosial masyarakat, terutama di tengah meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kesenjangan ekonomi.
Pengamat politik Prof. Ikrar Nusa Bhakti menyampaikan bahwa persoalan rangkap jabatan seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek legalitas formal, tetapi juga dari sudut etika publik dan kepatutan.
Baca Juga: Sebut Ini Hanya Jabatan Pengawas, Tanggapan Immanuel Persoalan Wamen Rangkap Komisaris BUMN
“Jangan kita berpatok kepada apakah ini melanggar atau tidak, ada dihukum atau tidak. Ya, saya tidak bicara mengenai itu, tapi saya bicara dari asas kepatutan, asas perasaan orang, juga banyak orang yang lagi kesulitan cari pekerjaan,” tegasnya dilansir dari youtube CNN Indonesia.
Ia menyoroti bahwa dalam situasi ekonomi yang masih sulit, di mana banyak masyarakat kehilangan pekerjaan atau kesulitan secara finansial, pengangkatan pejabat negara dalam posisi tambahan yang berpenghasilan tinggi dapat menimbulkan kesan ketidakadilan.
Dalam pandangannya, problem utama bukan hanya potensi konflik kepentingan, terutama jika jabatan wakil menteri terkait dengan sektor yang sama dengan BUMN yang diawasi, tetapi juga persepsi sosial.
“Ketika orang lagi enggak punya duit, kok tiba-tiba ada orang yang dapat duitnya nambah, gitu kan. Itu yang dianggap is very unfair for us, gitu lah,” bebernya.
Ketika masyarakat melihat ada individu yang mendapatkan lebih dari satu sumber penghasilan saat sebagian besar sedang berjuang, hal ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap kepekaan pejabat terhadap realitas rakyat.
Prof. Ikrar juga mencermati bahwa meskipun jabatan komisaris umumnya bersifat non-operasional dan hanya melibatkan aktivitas terbatas seperti rapat bulanan, publik tetap menilai berdasarkan rasa keadilan sosial.
Apalagi jika jabatan tersebut diemban oleh pejabat yang seharusnya fokus menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dan perlindungan buruh.
Baca Juga: Prabowo Bongkar Warisan Jokowi, Rudi: Kebijakan Kontroversial Satu per Satu Dibatalkan!
Dalam konteks ini, ia menekankan pentingnya asas kepatutan dalam pengambilan keputusan politik dan penempatan pejabat.
Artikel Terkait
Mengintip Proyeksi Prabowo, Indonesia Bakal Jadi Raksasa Ekonomi Dunia Tahun 2045
Perang Dunia Picu Krisis, Jusuf Kalla: Ekonomi Indonesia Ikut Tertekan!
Diskon Pajak Hotel dan Kuliner di Jakarta, Strategi Pramono Anung Genjot Ekonomi Lokal
Demi Jaga Ekonomi dan Tenaga Kerja, Wali Kota Bandung Farhan Izinkan Event di Hotel
Jakarta Fair 2025 Diperkirakan Dorong Ekonomi DKI Jakarta Hingga Puluhan Triliun Rupiah
Jakarta Fair Dipersingkat, Bagaimana Dampaknya terhadap Transaksi Ekonomi?