Bisnisbandung.com - Dolar Amerika Serikat adalah mata uang yang paling dominan di dunia. Dolar AS memainkan peran penting dalam perdagangan global.
Bagi warga AS, ini mungkin merupakan berita baik, tetapi bagi kebanyakan negara lain, kekuatan dolar AS merupakan berita buruk.
Eswar Prasad, seorang ekonom di Brookings Institution dan profesor di Universitas Cornell, menyebut dolar AS sebagai paradoks.
Banyak negara yang terpaksa menggunakan dolar AS karena tidak banyak pilihan alternatif yang tersedia.
"Jadi inilah paradoksnya. Seluruh dunia membenci betapa dominannya dolar, namun mereka beralih ke dolar AS, karena benar-benar tidak ada banyak alternatif," katanya, seperti dilansir oleh CNBC, Senin (9/1/2023).
Baca Juga: Binance Menunjukan Dana Pemulihan Industri Crypto Miliaran Dolar untuk Mengembalikan Kepercayaan
Hampir 60% dari cadangan devisa bank sentral dunia, atau uang yang disimpan untuk menutupi keadaan darurat, diinvestasikan dalam aset berbentuk dolar.
Pangsa dolar AS sebagai mata uang pembayaran di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 40%. Dolar AS juga menghasilkan lebih dari 60% utang internasional dan 50% pinjaman global.
Selain digunakan sebagai mata uang untuk transaksi keuangan internasional, komoditas seperti minyak juga dibeli dan dijual dalam dolar AS.
Dominasi dolar juga terlihat dalam transaksi di sistem perbankan AS, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh kebijakan fiskal dan moneter Amerika.
Hal ini, menurut Eswar Prasad, akan "memperkuat dominasi dolar lebih jauh lagi." Ia juga menyatakan bahwa hal ini menjadi masalah bagi negara-negara berpenghasilan rendah, terutama jika negara tersebut memiliki tingkat utang luar negeri yang tinggi, terutama jika utang tersebut dalam bentuk dolar.
Baca Juga: Wow Cardano Diklaim Mendapatkan Stablecoin Sesuai Peraturan Pertama yang Didukung Dolar Penuh
Inflasi meningkat
Minyak dan komoditas lain seperti logam dan kayu umumnya diperdagangkan dalam mata uang dolar.
Ketika dolar menguat, harga komoditas ini pun meningkat dalam mata uang lokal.
Sebagai contoh, harga minyak sebesar US$100 (Rp 1,5 juta) dalam pound sterling meningkat dari £72 (Rp 1,3 juta) menjadi £84 selama setahun terakhir.
Hal ini menimbulkan pukulan ganda, karena harga minyak dalam dolar AS juga meningkat tajam.