bisnis

Klaim Bobibos Dinilai Menabrak Hukum Fisika Dasar, Raymond Chin Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Selasa, 25 November 2025 | 21:00 WIB
Ddi Mulyadi investasi ke Bobibos (Tangkap layar youtube Raymond Chin)

bisnisbandung.com - Perbincangan mengenai Bobibos, bahan bakar dari jerami tengah viral, Raymond Chin memberikan analisis kritis terkait klaim-klaim yang mengiringi produk tersebut.

Menurutnya, sejumlah klaim yang beredar justru bertentangan dengan realitas riset biofuel global.

Raymond menjelaskan bahwa Bobibos dikembangkan oleh peneliti bernama Ikhlas Tamrin sejak 2007 dengan berbagai percobaan bahan baku sebelum akhirnya menetap pada jerami.

Produk ini kemudian diluncurkan pada 2 November 2025 di Desa Jonggol, lengkap dengan uji coba pada berbagai kendaraan tanpa modifikasi.

Lebih jauh, Dedi Mulyadi turut memberikan dukungan, termasuk penandatanganan nota kesepahaman dengan investor swasta.

Baca Juga: Rocky Gerung Nilai Prahara PBNU Terhubung dengan Power Game di Lingkaran Istana

Publik kemudian terpicu oleh klaim bahwa Bobibos memiliki kualitas setara bahan bakar RON 98, emisi sangat rendah, dan harga yang dikatakan hanya sekitar Rp4.000 per liter.

Isu utama yang disorot adalahklaim harga Bobibos yang jauh di bawah biaya produksi biofuel generasi kedua di seluruh dunia. Raymond menilai bahwa biaya pre-treatment jerami, proses fermentasi, dan pemurnian adalah tahapan paling mahal dalam teknologi ini.

Karena itu, biaya produksi rendah yang diklaim Bobibos dinilai sangat tidak realistis bila dibandingkan dengan industri global.

Ia juga menegaskan bahwa bahan bakar berbasis etanol yang menjadi dasar biofuel generasi kedua memang memiliki angka oktan tinggi, namun energi per liternya lebih rendah daripada bensin.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Dorong Upaya Penguatan Identitas Jawa Barat di Gedung Sate

“Artinya harusnya bikin boros, bukan makin irit. Anyway klaimnya tuh agak sedikit nabrak hukum fisika dasar,” ungkapnya di YouTube pribadinya.

Dalam logika teknis, hal ini seharusnya membuat kendaraan lebih boros, tetapi Bobibos justru diklaim membuat konsumsi BBM lebih irit. Raymond menilai klaim tersebut berpotensi menabrak prinsip dasar energi dan pembakaran.

“Tapi apa yang terjadi? Variabel yang pasti gini: produksi massal butuh biaya yang gede banget. Jadi mungkin kalau ini dilanjutin ada aliran ratusan miliar sampai triliunan. Nah, ini penting nih,” terusnya.

Menurut Raymond, Bobibos harus ditempatkan dalam konteks riset global terkait biofuel generasi kedua, yaitu bahan bakar dari biomassa non-pangan seperti jerami, kayu, dan rumput.

Halaman:

Tags

Terkini