bisnis

Data Pribadi Dijadikan Komoditas dalam Negosiasi Tarif Impor AS, Pengamat: Undang-Undang Tidak Melarang

Kamis, 24 Juli 2025 | 17:00 WIB
Presden AS, Donald Trump (Tangkap layar youtube Metro TV)

Salah satu sorotan utamanya adalah ketiadaan undang-undang federal yang secara komprehensif mengatur perlindungan data pribadi di Amerika Serikat.

Ia mengakui bahwa beberapa negara bagian seperti California memiliki aturan tersendiri seperti California Consumer Privacy Act (CCPA), namun ini belum mencerminkan perlindungan secara nasional.

Wahyudi juga menekankan bahwa dalam konteks data sensitif, seperti data kesehatan, dibutuhkan persetujuan eksplisit dari subjek data sebelum dilakukan transfer ke luar negeri.

Hal ini berkaitan dengan dasar hukum pemrosesan data dalam UU PDP, yang mencakup enam landasan legal, seperti persetujuan, kewajiban hukum, kepentingan vital, perjanjian, dan lainnya.

Baca Juga: Black Hole Jokowi, Sudirman Said: KPK Dilumpuhkan, Nepotisme Merajalela!

Jika persetujuan tidak diminta dengan benar atau tidak menjadi dasar utama pemrosesan, maka akan ada potensi pelanggaran hukum.

Ia juga menarik perbandingan dengan kasus Schrems II antara Uni Eropa dan Amerika Serikat, di mana transfer data dari Eropa ke AS dihentikan oleh Pengadilan Eropa karena sistem perlindungan data di AS dianggap belum memadai.

Salah satu penyebabnya adalah masih berlakunya Undang-Undang Foreign Intelligence Surveillance Act (FISA), yang memungkinkan pemerintah AS mengakses data pribadi warga negara asing tanpa batasan ketat.

Dengan menyoroti aspek hukum, teknis, dan kebijakan, Wahyudi menilai bahwa pemerintah Indonesia perlu memberikan jaminan perlindungan yang kuat jika benar data pribadi masyarakat akan dikelola oleh pihak asing.***

Halaman:

Tags

Terkini