bencana

Pengamat Tata Kota Tegaskan Kerusakan Lingkungan Jadi Akar Masalah Banjir Besar di Sumatera dan Aceh

Sabtu, 29 November 2025 | 17:00 WIB
Jalan Nasional di Gampong Baro Kecamatan Tangse Provinsi Aceh Longsor (Dok Instagram@pu_jalan_aceh)

bisnisandung.com - Bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera dan Aceh memunculkan perhatian serius dari berbagai pihak.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menilai bahwa besarnya dampak bencana kali ini tidak hanya terkait curah hujan tinggi, tetapi lebih disebabkan oleh melemahnya kondisi lingkungan akibat kerusakan ekosistem di wilayah tersebut.

Menurut pandangan Yayat, curah hujan tinggi bukanlah ancaman utama apabila bentang alam di daerah aliran sungai masih terjaga.

Baca Juga: Bencana di Sumatera dan Aceh, WALHI Sudah Ingatkan, Pemerintah Longgarkan Izin Eksploitasi Alam

Ekosistem yang sehat mampu menahan dan menyerap air dalam jumlah besar, sehingga aliran air tidak langsung berubah menjadi banjir bandang.

Ia menekankan bahwa bencana menjadi lebih parah ketika tutupan hutan hilang, sungai mengalami pendangkalan, dan tanah kehilangan kekuatan karena tidak lagi ditopang akar pepohonan.

Yayat menyoroti temuan gelondongan kayu besar yang terbawa arus di Sibolga, Tapanuli Tengah, dan Padang sebagai indikator kuat adanya kerusakan hutan di wilayah hulu.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa alih fungsi lahan telah mengganggu keseimbangan alami kawasan. Tanah menjadi mudah tergerus, terutama pada jenis tanah yang rentan hancur ketika terkena tekanan air tanpa perlindungan vegetasi.

“Kalau dengan kasus seperti ini, perlu kita cek kembali siapa yang mengizinkan terjadinya eksploitasi hutan-hutan yang diubah alih fungsi,” ungkapnya dilansir dari youtube tvOneNews.

Baca Juga: BMKG Ungkap Munculnya Anomali Cuaca Ekstrem di Sumatera dan Aceh Dipicu Kerusakan Lingkungan

Selain kerusakan ekologi, Yayat juga melihat adanya persoalan tata ruang yang selama ini kurang terkendali. Pertumbuhan permukiman yang semakin padat di bantaran sungai mempersempit ruang aliran air.

Dibanding masa lalu, sungai-sungai besar di Sumatera kini tidak lagi memiliki kapasitas yang sama untuk menampung limpahan air hujan, sehingga banjir lebih mudah terjadi ketika intensitas hujan meningkat.

Yayat mengingatkan bahwa peristiwa banjir bandang di Sumatera bukanlah kejadian baru. Beberapa kejadian terdahulu menunjukkan pola yang sama, yaitu penumpukan kayu sisa pembukaan hutan yang kemudian tersapu air ketika debit meningkat.

Baca Juga: Peresmian Talent Innovation Hub Bandung : Kemenaker RI Dukung Paragon Kembangkan Talenta Indonesia

Halaman:

Tags

Terkini