bencana

BMKG Ungkap Munculnya Anomali Cuaca Ekstrem di Sumatera dan Aceh Dipicu Kerusakan Lingkungan

Sabtu, 29 November 2025 | 15:00 WIB
Banjir Bandang di Sumatera dan Aceh akibat cuaca ekstrem dipicu Perubahan Iklim (Tangkap layar youtube Metro TV)

bisnisbandung.com - Kepala BMKG periode 2017–2025, Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa rangkaian banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh dalam beberapa hari terakhir berkaitan dengan anomali cuaca ekstrem.

Hal tersebut semakin sering terjadi akibat kerusakan lingkungan, sehingga kenaikan suhu semakin meningkat eksponensial dan itu memacu siklus hidrologi yang ada.

Bencana hidrometeorologi tersebut telah menimbulkan dampak besar dengan puluhan ribu warga terdampak dan korban jiwa yang dilaporkan melebihi seratus orang.

Baca Juga: Peresmian Talent Innovation Hub Bandung : Kemenaker RI Dukung Paragon Kembangkan Talenta Indonesia

Dwikorita menjelaskan bahwa Siklon Sanyar yang sebelumnya membawa pengaruh signifikan terhadap intensitas hujan di wilayah Sumatera kini bergerak menjauhi area terdampak dan diperkirakan melemah.

Meski begitu, ia menekankan bahwa kondisi tanah yang sudah jenuh air menjadikan risiko banjir dan longsor tetap tinggi.

Menurutnya, meskipun curah hujan diprediksi menurun, potensi bencana masih dapat muncul sewaktu-waktu karena kekuatan tanah yang melemah setelah hujan ekstrem beberapa hari sebelumnya.

Baca Juga: Kontroversi Bandara Tanpa Otoritas Negara Di Morowali, Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Tanggapi

Dwikorita mengungkapkan bahwa BMKG dalam beberapa tahun terakhir mencatat peningkatan signifikan pada intensitas, frekuensi, dan durasi kejadian cuaca ekstrem.

Fenomena banjir bandang yang dahulu muncul dalam periode puluhan tahun kini kembali dalam waktu yang jauh lebih singkat.

Temuan tersebut juga didukung oleh berbagai peneliti atmosfer yang melihat adanya perubahan pola cuaca global yang semakin tidak stabil dan sulit diprediksi.

Dalam penjelasannya, Dwikorita menyoroti bahwa Siklon Sanyar termasuk anomali meteorologis karena terbentuk di wilayah dekat garis katulistiwa, zona yang biasanya tidak mendukung pembentukan siklon tropis. Fenomena ini sebelumnya juga terjadi pada Siklon Seroja.

Ia menilai kemunculan siklon di lintang tropis dapat menjadi indikasi bahwa dampak perubahan iklim semakin nyata dan memicu pola cuaca yang tidak lazim.

Lebih jauh, Dwikorita menekankan bahwa perubahan iklim yang memicu cuaca ekstrem tidak terlepas dari kerusakan lingkungan dan peningkatan gas rumah kaca.

“Ada hipotesis: semakin sering terjadinya keanehan, barangkali itu juga pengaruh dari dampak perubahan iklim yang semakin serius,” terangnya dilansir dari youtube Metro TV.

Halaman:

Tags

Terkini