Baca Juga: Aceh Terima Bantuan Malaysia dan Cina, Gubernur Muzakir Ungkap Tanpa Melalui Pemerintah Pusat
Bagi Dedi, siapa pun yang mengklaim cinta Indonesia tetapi membiarkan kerusakan lingkungan justru sedang mengkhianati negeri ini.
Dalam refleksinya, Dedi juga menyinggung keprihatinan generasi muda yang mulai menyuarakan kegelisahan terhadap kondisi Indonesia masa kini.
Mereka membandingkan warisan alam dan infrastruktur pada masa penjajahan dengan keadaan setelah puluhan tahun merdeka.
Berbagai persoalan seperti gunung gundul, sungai tercemar, jalan rusak, serta tingginya utang negara menjadi sorotan yang mencerminkan bahwa bangsa belum sepenuhnya berhasil menjaga warisan lingkungannya.
Dedi mengkritik pola pikir reaktif yang selama ini terjadi, di mana perhatian terhadap bencana hanya muncul saat musibah terjadi.
Ketika keadaan kembali normal, upaya pencegahan kembali terabaikan. Ia menilai bahwa keuntungan ekonomi dari eksploitasi hutan, pasir, dan hasil alam lainnya tidak sebanding dengan biaya besar yang harus ditanggung negara ketika bencana melanda.
Dedi Mulyadi mengajak seluruh elemen bangsa untuk melihat kembali hubungan antara iman, moral, nasionalisme, dan lingkungan.
Ia berharap kesadaran kolektif dapat tumbuh agar Indonesia tidak terus menerus dirugikan oleh cara pandang yang mengabaikan hukum alam dan keseimbangan ekologis.***
Baca Juga: Singgung Sumbangan 10 Milliar, Endipat Wijaya Minta Komdigi Viralkan Kerja Pemerintah