Bisnisbandung.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan pesan kuat mengenai hubungan antara nasionalisme dan kesadaran lingkungan.
Dalam kesempatan tersebut, ia menyoroti pentingnya menjaga alam sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum Tuhan dan kecintaan terhadap Indonesia.
Pada kesempatan itu, Dedi juga menyampaikan rencana bantuan bagi para pengungsi di Sumatera dengan menekankan bahwa kebutuhan utama mereka saat ini adalah dukungan finansial agar roda ekonomi lokal dapat kembali bergerak.
Dalam pidatonya, Dedi menekankan bahwa cara pandangnya tentang kehidupan banyak dipengaruhi oleh prinsip-prinsip moral yang ia pegang.
Baca Juga: Heboh Akun Palsu Bernada Provokasi Berseliweran, Rocky Gerung Rilis Klarifikasi
Ia menilai bahwa bisikan hati yang jernih adalah pedoman terbaik dalam menentukan sikap. Dari landasan tersebut, ia mengangkat isu besar tentang kondisi bangsa, terutama berkaitan dengan lingkungan hidup dan tanggung jawab moral manusia terhadap alam.
Menurutnya, pemahaman keagamaan masyarakat Indonesia sangat kuat dalam aspek ritual, namun sering kali melupakan inti ajaran yang paling mendasar, yaitu hukum alam.
Dedi memandang bahwa kepatuhan terhadap Tuhan tidak hanya tercermin dari ibadah, tetapi juga dari penghormatan terhadap keteraturan alam yang telah ditetapkan sebagai hukum universal.
Dalam sudut pandangnya, kerusakan lingkungan adalah bentuk pelanggaran terhadap hukum tersebut.
“Sehingga seorang nasionalis dia akan menangis ketika hutannya dibabat. Seorang nasionalis dia akan menangis ketika hulu-hulu sungainya diuruk. Seorang nasionalis dia akan menangis ketika mata airnya makin mengering,” tegasnya dilansir dari YouTube Liputan6.
Baca Juga: Aceh Terima Bantuan Malaysia dan Cina, Gubernur Muzakir Ungkap Tanpa Melalui Pemerintah Pusat
“Kalau kita mengaku mencintai NKRI, mengaku menjadi nasionalis, membiarkan hutan dibabat, membiarkan sungai diuruk, membiarkan laut diuruk, dan membiarkan mata air mengering, saya katakan, Anda pembohong dan Anda tidak mencintai Indonesia,” sambungnya.
Ia memberikan peringatan tegas bahwa nasionalisme sejati tidak dapat dipisahkan dari kepedulian terhadap kelestarian alam.
Kerusakan hutan, penyempitan aliran sungai, penurunan debit mata air, dan pembangunan yang merusak ekosistem disebut sebagai tanda bahwa bangsa sedang mengabaikan jati dirinya.