nasional

Deputi Direktur ICJR Soroti Bahaya UU KUHAP dan Siapkan Langkah Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi

Rabu, 19 November 2025 | 18:00 WIB
Ketua DPR, Puan Maharani (Tangkap layar youtube CNN Indonesia)

bisnisbandung.com - Pengesahan RUU KUHAP oleh DPR yang diketua Puan Maharani, dijadwalkan berlaku pada Januari 2026 terus menuai perhatian serius dari kalangan masyarakat sipil.

Deputi Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, menilai sejumlah ketentuan dalam aturan tersebut dapat membuka ruang penindakan sewenang-wenang dan meningkatkan risiko kriminalisasi terhadap masyarakat.

ICJR bersama Koalisi Masyarakat Sipil tengah menyiapkan strategi advokasi untuk mengoreksi pasal-pasal bermasalah, termasuk rencana membawa isu tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: Heran! RUU KUHAP Dipermasalahkan Malah Disahkan DPR, Kekhawatiran Publik Meningkat

“Nah, memang akhirnya sekarang saat ini kita berstrategi untuk menghadirkan kajian-kajian baru untuk juga bisa melayangkan judicial review,” ujarnya dilansir dari youtube CNN Indonesia.

“Karena mungkin praktik MK sekarang cukup ada pergeseran. Misalnya kemarin ada putusan MK yang mengkritisi bahwa kepolisian tidak boleh menduduki jabatan sipil. Putusan-putusan sebelumnya juga ada yang cukup baik,” imbuhnya.

Upaya ini dilakukan karena beberapa kewenangan dalam RUU KUHAP dinilai sangat rentan disalahgunakan jika tidak dilengkapi mekanisme pengawasan yang memadai.

Baca Juga: Dirut Bank BJB Meninggal Dunia, Penyebab Kematian Masih Misteri

Salah satu sorotan utama ICJR adalah potensi penjebakan dalam kasus narkotika. Maidina menilai bahwa masyarakat perlu memahami batasan hukum agar tidak terjerat secara tidak sengaja, terutama karena niat awal dari pihak yang dituduh seharusnya menjadi dasar penting dalam proses hukum.

Jika tidak ada bukti permulaan, ICJR mendorong masyarakat untuk memahami hak mereka selama proses pemeriksaan.

RUU KUHAP juga memperluas ruang penangkapan tanpa izin hakim. Menurut ICJR, kondisi ini berbahaya karena membuat masyarakat rentan ditangkap hanya berdasarkan dugaan awal, terlebih ketika penangkapan kini dapat dilakukan pada tahap penyelidikan.

Situasi ini dianggap berpotensi membuat warga tiba-tiba diamankan tanpa mekanisme pengawasan yang jelas.

Selain itu, Maidina menyoroti adanya ketentuan penahanan pada tahap penyelidikan. ICJR memandang hal ini janggal karena mekanisme penahanannya tidak diatur secara rinci dalam undang-undang.

Kekhawatiran muncul karena pengalaman sebelumnya menunjukkan adanya aturan internal kepolisian yang dapat memperluas kewenangan tanpa kontrol eksternal yang memadai.

Baca Juga: Ahli Gizi Tidak Bisa Digantikan dengan Pelatihan, Guru Besar IPB Ungkap Pentingnya Tenaga Profesional

Halaman:

Tags

Terkini