ICJR juga memberi perhatian pada penerapan restorative justice yang diizinkan sejak tahap penyelidikan.
Meskipun bisa menjadi alternatif penyelesaian perkara, ICJR menegaskan bahwa mekanisme ini memiliki batasan yang jelas.
Restorative justice tidak dapat diterapkan pada tindak pidana tertentu, termasuk keamanan negara, terorisme, korupsi, kekerasan seksual, serta kejahatan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Tanpa pemahaman yang tepat, masyarakat berisiko menerima tawaran damai yang sebenarnya tidak sesuai dengan aturan.
Lebih jauh, ICJR masih memperjuangkan hadirnya mekanisme izin hakim sebagai bagian dari prinsip pengawasan independen.
Maidina menilai Indonesia harus menghindari konflik kepentingan antara aparat penegak hukum dan pihak yang melakukan penilaian legalitas tindakan paksa. Upaya mendorong kehadiran otoritas yudisial ini disebut telah berlangsung sejak awal tahun namun masih menghadapi berbagai tantangan.
Melalui judicial review, ICJR berharap MK dapat menilai ulang pasal-pasal yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan, terutama terkait penjebakan, penangkapan, dan penahanan.***
Baca Juga: Klarifikasi Pernyataan Anggota DPR soal Ahli Gizi yang Tuai Kecaman
Artikel Terkait
Transfer Daerah Turun, Reses DPR Naik! Pengamat: Potret Negeri Terbalik
Proyek Kereta Cepat Terlilit Utang, DPR Optimistis Solusi Bisa Ditemukan
Menkeu Himbau Kepala Daerah Maksimalkan Anggaran, Ini Kata DPR
Puan Maharani: DPR Itu Seperti Rumah Pribadi Rakyat Tak Bisa Masuk Sembarangan, Harus Izin Dulu! Warganet: Itu Rumah Rakyat, Bukan Rumah Keluarga!
Klarifikasi Pernyataan Anggota DPR soal Ahli Gizi yang Tuai Kecaman
Heran! RUU KUHAP Dipermasalahkan Malah Disahkan DPR, Kekhawatiran Publik Meningkat