bisnisbandung.com - Bhima Yudhistira, Ekonom Celios, menilai kebijakan efisiensi anggaran pemerintah telah memberikan dampak nyata terhadap sektor pendidikan di Indonesia.
Menurutnya, pemotongan anggaran pada program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah menjadi bukti bahwa kebijakan penghematan fiskal mulai mengancam keberlanjutan pendidikan bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
Bhima mengungkapkan bahwa banyak mahasiswa penerima KIP Kuliah di berbagai perguruan tinggi negeri, termasuk di Yogyakarta, kini terancam putus kuliah akibat efisiensi anggaran.
Baca Juga: Boyamin Saiman Desak Pemerintah Pusat Berlaku Adil dalam Pengelolaan Dana Daerah
Mahasiswa dari kelompok rentan yang sepenuhnya bergantung pada beasiswa kini kehilangan dukungan finansial, sementara biaya pendidikan terus meningkat.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa efisiensi yang dilakukan pemerintah telah menyentuh kebutuhan dasar masyarakat dan berpotensi menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Bhima menyinggung pemerintah yang mengalokasikan sebagian dana pendidikan untuk program makan bergizi gratis (MBG).
“Karena dengan pembagian seperti ini mustahil untuk 8%. Kita butuh SDM. Nah, sekarang kualitas SDM-nya terancam turun karena alokasi pendidikan buat MBG,” kritiknya dilansir dari youtube official iNews.
Baca Juga: Pasca Akuisisi ByteDance, Tokopedia Dinilai Kian Mengecil di Bawah TikTok
Ia menilai langkah tersebut tidak tepat karena menggerus porsi anggaran pendidikan yang seharusnya dialokasikan untuk peningkatan mutu guru, fasilitas belajar, dan beasiswa mahasiswa.
Jika kebijakan ini terus dilanjutkan, proporsi anggaran pendidikan dalam APBN bisa turun di bawah 20 persen, bertentangan dengan mandat konstitusi.
Bhima menilai kebijakan fiskal yang dijalankan oleh Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani, dan Purbaya sebagai Menteri Keuangan baru, masih memiliki pola yang sama menekankan efisiensi dan disiplin fiskal, namun belum menyentuh reformasi struktural yang berpihak pada masyarakat kecil.
Ia menyebut bahwa penghematan anggaran cenderung hanya dilakukan pada sektor sosial seperti pendidikan dan kesejahteraan, sementara anggaran pertahanan dan keamanan tetap tidak tersentuh.
Lebih jauh, Bhima menilai kondisi ini menjadi salah satu faktor yang membuat target pertumbuhan ekonomi 8 persen sulit tercapai.
Baca Juga: Gaya Komunikasi Dipersoalkan Hasan Nasbi, Purbaya: Itu Atas Arahan Bapak Presiden