Bisnisbandung.com - Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti aksi massa yang belakangan terjadi di Indonesia.
Menurut Rocky Gerung tuntutan demonstran justru tidak menyentuh isu-isu sensitif seperti Fufu Fafa dan Dinasti Solo padahal situasi politik saat ini merupakan warisan dari pemerintahan Presiden Jokowi.
Rocky Gerung menilai fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran dalam cara masyarakat mengekspresikan politik.
Baca Juga: Tunjangan Rumah DPRD Dinilai Tak Layak, Formappi Dorong Penghapusan
“Sejak beberapa waktu terakhir Indonesia menghadapi jenis politik baru yang dikendalikan isu, bukan tokoh. Anak-anak muda turun ke jalan karena takut ketinggalan, atau fear of missing out (FOMO), bukan karena arahan partai politik atau pimpinan tradisional,” ujar Rocky Gerung dalam youtubenya.
Demonstran terutama generasi muda dan netizen lebih tergerak oleh isu yang viral di media sosial dibanding melalui saluran politik resmi.
Kondisi ini menurut Rocky Gerung tidak bisa sepenuhnya dicegah karena sudah menjadi bagian dari evolusi politik Indonesia.
“Faktor struktural seperti disparitas ekonomi, ketidakadilan, dan nilai moral yang tidak sejalan dengan praktik politik elit menjadi pemicu utama,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa publik memiliki “daya dorong sendiri” untuk menuntut keadilan dan kejujuran, bahkan jika hal itu menuntun mereka ke jalan.
Baca Juga: Polemik Tunjangan Rumah DPRD, Formappi Kritik Beban APBD dan Kinerja Legislator
Lebih jauh Rocky Gerung menegaskan bahwa meskipun kerusakan terjadi dalam demonstrasi tidak semua aksi dapat dianggap merusak atau anarkis.
Ia menekankan pentingnya menilai konteks sosial dan moral dari gerakan masyarakat bukan hanya fokus pada kerusakan fisik.
Rocky Gerung juga mengingatkan, “Akar masalah sebenarnya adalah konflik laten antara aturan pemerintah dan nilai moral publik. Jika isu-isu penting seperti Fufu Fafa dan legalitas dinasti Solo tidak diselesaikan, potensi ketidakpuasan publik akan terus muncul dalam bentuk aksi-aksi berikutnya.”
Menurutnya Indonesia kini memasuki era baru di mana netizen dan masyarakat sipil memiliki peran signifikan dalam menekan dan menuntut akuntabilitas politik.
Baca Juga: Heboh! Tunjangan Rumah DPRD Tembus Puluhan Juta Rupiah