Bisnisbandung.com - Peningkatan jumlah setengah penganggur dan pengangguran laki-laki di wilayah perkotaan menjadi indikator kuat bahwa kemiskinan di kota memasuki fase krisis.
Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, menilai situasi ini merupakan alarm serius bagi pemerintah untuk segera memperkuat perlindungan sosial yang menyasar pekerja informal.
Fenomena setengah pengangguran pekerja dengan jam kerja di bawah 35 jam per minggu dan penghasilan tidak tetap semakin marak di kota besar.
Kelompok ini mencakup pekerja ojek daring, pedagang kaki lima, hingga buruh lepas dan freelancer, yang meskipun bekerja, tetap hidup dalam kemiskinan karena pendapatan mereka tidak mencukupi kebutuhan dasar. Kondisi ini disebut sebagai working poverty.
Baca Juga: Fenomena Rojali Dan Rohana, Apakah Masyarakat Yang Salah?
“Artinya dengan kenaikan setengah menganggur ini, ada tren tidak terserapnya tenaga kerja secara optimal. Jadi akhirnya guncangan ekonomi juga masih cukup berat untuk keluarga mereka,” lugas Media Askar dilansir dari youtube Kompas TV.
Di saat yang sama, angka pengangguran laki-laki mengalami peningkatan. Mengingat mayoritas kepala keluarga di Indonesia masih ditopang oleh pria, lonjakan ini memperbesar risiko kemiskinan pada rumah tangga perkotaan.
Rumah tangga yang sebelumnya berada sedikit di atas garis kemiskinan kini terancam jatuh kembali ke bawah.
“Jadi data ini mengindikasikan bahwa sekarang ada lapisan rentan yang baru. Jadi rumah tangga yang sebelumnya sedikit di atas garis kemiskinan, tapi karena meningkatnya setengah pengangguran ini, mereka jatuh kembali ke dalam kondisi rawan miskin,” terangnya.
Baca Juga: Status Waspada! BMKG Imbau Warga Jauhi Pantai, Indonesia Terimbas Gempa Rusia
CELIOS menilai bahwa program perlindungan sosial yang saat ini berjalan, seperti PKH, BLT, dan bantuan sembako, tidak dirancang untuk menjangkau pekerja informal di kota.
Banyak warga miskin kota yang tidak tercakup dalam data penerima manfaat, termasuk mereka yang tinggal di rusun, kawasan padat penduduk, atau bantaran sungai.
Struktur ekonomi perkotaan juga ikut berubah. Banyak industri padat karya yang kini bergeser ke pinggiran kota atau luar Pulau Jawa, sementara biaya hidup di kota terus melonjak.
Standar garis kemiskinan versi BPS yang hanya sekitar Rp20.000 per hari dianggap tidak relevan lagi dengan kondisi perkotaan saat ini.
Baca Juga: Polres Sumedang Bongkar Sindikat Wartawan Gadungan, Gubernur Dedi Mulyadi Beri Pujian!