Bisnisbandung.com - Ekonom Awalil Rizky membongkar fakta mengejutkan tentang kondisi utang sektor publik Indonesia khususnya utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada era Presiden Jokowi.
Lewat youtubenya, Awalil Rizky mengungkap data terbaru Bank Indonesia yang menunjukkan bahwa per 31 Maret 2025 total utang sektor publik mencapai Rp 17.641 triliun dan mengalami peningkatan signifikan dibandingkan akhir 2024.
"Utang sektor publik naik sekitar Rp 550 triliun hanya dalam tiga bulan terakhir," ujar Awalil Rizky.
Baca Juga: 10 Tahun Bicara Riza Chalid, Sudirman Said: Sikap Kekuasaan yang Menentukan
Utang sektor publik ini terdiri dari utang pemerintah pusat dan daerah, Bank Indonesia, serta sebagian besar BUMN sekitar 70 persen BUMN sudah termasuk dalam data tersebut.
Namun Awalil Rizky menyebut pengolahan data utang BUMN masih sulit dilakukan secara triwulanan karena laporan keuangan BUMN banyak yang tahunan.
Rinciannya utang pemerintah pusat per Maret 2025 mencapai Rp 9.108 triliun naik dari Rp 8.813 triliun pada akhir 2024.
Sementara itu utang BUMN non-keuangan termasuk Pertamina, PLN, dan lainnya mencapai Rp 4.015 triliun.
Baca Juga: Tersangka tapi Tak Dikejar, Pakar Hukum Pidana Kritik Kejaksaan dalam Kasus Riza Chalid
Menariknya sekitar 27,65 persen dari total utang sektor publik merupakan utang dalam valuta asing terutama dolar Amerika Serikat (AS) yang mencapai sekitar 90 persen dari utang valas.
Ini menjadi sorotan serius karena fluktuasi nilai tukar bisa berdampak besar pada kemampuan pembayaran utang.
“Utang BUMN yang berdenominasi dolar AS sangat besar sehingga jika rupiah melemah risiko gagal bayar pun meningkat,” kata Awalil Rizky.
Selain itu hampir 46,26 persen utang sektor publik bersifat jangka pendek atau jatuh tempo dalam kurang dari setahun yang menambah beban pembayaran dalam waktu dekat.
Menurut Awalil Rizky kenaikan utang signifikan yang terjadi sejak 2018-2020 sangat dipengaruhi oleh kebijakan pembangunan infrastruktur besar-besaran di masa pemerintahan Jokowi.
Baca Juga: Siapa Membesarkan Riza Chalid? Pengamat Singgung Sponsor Kekuasaan di Balik Migas