nasional

Mengapa Kasus Beras Oplosan Tak Kunjung Usai? Celah Distribusi SPHP Jadi Sorotan Peneliti

Rabu, 16 Juli 2025 | 20:00 WIB
Beras Oplos di Pasaran beredar tak kunjung terselesaikan (Tangkap layar youtube Metro TV)

bisnisbandung.com - Kasus beras oplosan menimbulkan kekhawatiran publik, terutama terkait beras kategori premium yang ternyata dicampur dengan beras berkualitas rendah.

Selain berpotensi menurunkan kualitas pangan, praktik ini juga merugikan konsumen secara ekonomi, karena masyarakat membayar lebih mahal untuk beras yang tidak sesuai standar premium.

Peneliti CORE Indonesia, Eliza Mardian, menilai akar permasalahan ini ada pada kebocoran distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang disubsidi oleh pemerintah.

Baca Juga: Tarif Impor AS 19% Bawa Ancaman ke Sektor Energi dan Pangan, CELIOS Ungkap Dampak Buruk

“Yang jadi soal adalah ketika yang dioplos itu adalah beras SPHP, yang mana beras SPHP ini untuk masyarakat menengah bawah,” tegasnya dilansir dari youtube Kompas TV.

“Karena SPHP disubsidi pemerintah, sehingga ketika harga tinggi, kalangan menengah bawah tetap bisa membeli beras dengan harga terjangkau,” sambungnya.

Dalam praktiknya, mencampur beras sebenarnya tidak dilarang selama campuran tersebut masih memenuhi standar beras premium di Indonesia.

Standar ini mencakup kadar sosoh dan tingkat patahan beras. Namun, masalah timbul ketika beras subsidi SPHP, yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, justru dioplos dan dijual sebagai beras premium dengan harga tinggi.

Baca Juga: Indonesia Berisiko Terpuruk di Perdagangan Global, Produk AS akan Banjiri Pasar Nasional

SPHP seharusnya menjadi bantalan harga agar masyarakat tetap bisa mengakses beras saat harga melonjak.

Ketika beras subsidi ini bocor dan masuk ke pasar beras premium, kelompok rentan kehilangan akses terhadap bahan pangan terjangkau.

Selain itu, masyarakat kelas menengah atas yang membeli beras premium juga dirugikan karena mendapatkan produk yang tidak sesuai dengan harga.

Eliza menyoroti bahwa skema distribusi SPHP saat ini membuka banyak celah penyimpangan. Jalur distribusinya yang panjang dari gudang Bulog, ke distributor, lalu ke agen dan pengecer menyebabkan potensi kebocoran tinggi.

Baca Juga: Penyidikan Kasus Chromebook Melebar, Hubungan Gojek dan Google Jadi Sorotan

Halaman:

Tags

Terkini