bisnisbandung.com - Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset memang memiliki urgensi tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.
Namun proses pembahasannya tetap membutuhkan landasan hukum yang kuat, terutama melalui penyelesaian revisi hukum acara pidana terlebih dahulu.
Menurut Nasir Djamil, dukungan kuat Presiden Prabowo Subianto terhadap RUU Perampasan Aset merupakan sinyal positif bagi masa depan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Baca Juga: Guru Gembul Ingatkan Bahaya Kultus terhadap Dedi Mulyadi: Bisa Hancurkan Masyarakat!
“Dalam menyikapi RUU Perampasan Aset ini, kami tentu sependapat dengan Presiden,” ujarnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube Metro TV, Sabtu (3/5).
Ia menilai bahwa pernyataan Presiden di hadapan buruh saat Hari Buruh Internasional menumbuhkan harapan baru terhadap keberlanjutan proses legislasi RUU ini.
Namun, Nasir menegaskan bahwa meskipun dukungan politik sudah kuat, DPR tetap harus mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Baca Juga: Menpan-RB Usul ASN Wajib Naik Transportasi Umum, Ini Alasannya
“Tapi tentu saja, kami bersama pemerintah harus membuat simulasi dan menunggu agar hukum acara pidana kita bisa diselesaikan dulu,” jelasnya.
Salah satu fokus utama DPR saat ini adalah memastikan bahwa revisi hukum acara pidana diselesaikan terlebih dahulu.
Hal ini penting agar regulasi mengenai perampasan aset memiliki kepastian hukum dan tidak menimbulkan penyalahgunaan kewenangan di kemudian hari.
Ia menyampaikan bahwa hukum acara pidana yang tengah dibahas akan menjadi pedoman penting dalam pelaksanaan RUU Perampasan Aset.
Baca Juga: Tak Mau Hakim Bisa Dibeli, Prabowo Siap Naikkan Gaji
Revisi tersebut diharapkan dapat mengakomodasi perkembangan hukum terkini dan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi, serta menjadi bagian integral dari penerapan KUHP nasional yang mulai berlaku pada Januari 2026.